HOME

Rabu, 16 Mei 2018

PENERAPAN STRATEGI INDUSTRI 4.0 PADA “ PT. Asianagro Agung Jaya”



PENERAPAN STRATEGI INDUSTRI 4.0 PADA“ PT. Asianagro Agung Jaya





Andi Puji Himawan     201610325121Dimas Aji Nur Fadli    201610325201Khoirul Fikri                201610325341Lintang Fajar Rini       201610325146Syarifudin                    201610325304Ratna Kustina             201510325269


 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYAFAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MANAJEMEN KAMPUS II BEKASI2018





BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang telah kita rasakan di era sekarang ini telah diakui dan dapat di rasakan secara langsung yang dapat memberikan banyak kemudahan serta kenyamanan bagi umat manusia. Kemajuan teknologi adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Salah satu dampak pada perkembangan teknologi dapat kita rasakan di sektor industry terutama industry manufaktur.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sebagaimana revolusi generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Salah satunya adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengerek naik perekonomian secara dramatis di mana selama dua abad setelah Revolusi Industri terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita Negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat. 
Berikutnya, pada revolusi industri generasi kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustion chamber). Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia secara signifikan. Kemudian, revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet.  
Selanjutnya, pada revolusi industri generasi keempat, seperti yang telah disampaikan pada pembukaan tulisan ini, telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi (disruptive technology) hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan perusahaan-perusahaan incumbent. Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri telah banyak menelan korban dengan matinya perusahaan-perusahaan raksasa.
Pemerintah saat ini terus membahas soal industri generasi ke-empat atau industri 4.0. Bahkan, Presiden juga telah meresmikan peta jalan atau roadmap yang disebut Making Indonesia 4.0. Making Indonesia 4.0 mencerminkan kesungguhan negara sedang beradaptasi dengan ragam perubahan besar pada era revolusi industri keempat (Industri 4.0) sekarang ini. Kewajiban negara pula untuk menyiapkan generasi milenial menjadi angkatan kerja yang kompetitif dan produktif sepanjang era Industri 4.0 itu. Pemerintah telah menetapkan 5 sektor industry yang akan dijadikan tulang punggung untuk Revolusi Industri 4.0 yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia.
PT. Asianagro Agung Jaya sebagai salah satu perusahaan refining minyak sawit terbesar di Indonesia juga bersiap menghadapi Revolusi Industri 4.0 ini. Dalam makalah ini, akan dibahas bagaimana implementasi konsep Industri 4.0 ini di PT. Asianagro Agung Jaya.

1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.     Apakah yang dimaksud dengan Industri 4.0?
1.2.2.     Bagaimana sejarah perkembangan Revolusi Industri ?
1.2.3.     Apa saja perbedaan antara industry 3.0 dan 4.0?
1.2.4.     Bagaimana peran pemerintah dalam Industri 4.0?
1.2.5.     Bagaimana implementasi Industri 4.0 di PT. Asianagro Agung Jaya?

1.3. Tujuan
1.3.1.     Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui apa itu Industri 4.0.
1.3.2.     Mahasiswa diharapkan dapat bagaimana perkembangan industry dari masa ke masa
1.3.3.     Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui perbedaan industry 4.0 dibandingkan dengan Revolusi Industri sebelumnya
1.3.4.     Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui peran pemerintah dalam mendorong percepatan Industri 4.0 di Indonesia
1.3.5.     Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui implementasi industry 4.0 saat ini di sektor makanan dan minuman, dalam hal ini PT. Asianagro Agung Jaya.

1.4. Manfaat
1.4.1.     Memberikan pengetahuan tentang kondisi real yang terjadi di Industri makanan dan minuman dalam hal penerapan industry 4.0





BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Definisi dan Perkembangan Konsep Industri 4.0
2.1.1. Pengertian Industri 4.0
Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, Internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Industri 4.0 menghasilkan "pabrik cerdas". Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat. Lewat Internet untuk segala (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan, layanan internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai.
Istilah "Industrie 4.0" berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik. Istilah "Industrie 4.0" diangkat kembali di Hannover Fair tahun 2011. Pada Oktober 2012, Working Group on Industry 4.0 memaparkan rekomendasi pelaksanaan Industri 4.0 kepada pemerintah federal Jerman. Anggota kelompok kerja Industri 4.0 diakui sebagai bapak pendiri dan perintis Industri 4.0.

2.1.2. Sejarah Perkembangan Industri 4.0
Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Hal inilah yang disampaikan oleh Klaus Schwab, Founder dan Executive Chairman of the World Economic Forum dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sebagaimana revolusi generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Salah satunya adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh sejarah mengerek naik perekonomian secara dramatis dimana selama dua abad setelah Revolusi Industri terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat. Berikutnya, pada revolusi industri generasi kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustion chamber). Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia secara signifikan. Kemudian, revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet. Selanjutnya, pada revolusi industri generasi keempat seperti yang telah disampaikan pada pembukaan tulisan ini telah menemukan pola baru ketika disruptif teknologi (disruptive technology) hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan perusahaan-perusahaan incumbent.
Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri telah banyak menelan korban dengan matinya perusahaan-perusahaan raksasa. Lebih dari itu, pada era industri generasi keempat ini, ukuran besar perusahaan tidak menjadi jaminan, namun kelincahan perusahaan menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dengan cepat. Hal ini ditunjukkan oleh Uber yang mengancam pemain-pemain besar di industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata. Ini membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa yang kecil. Oleh sebab itu, perusahaan harus peka dan melakukan instrospeksi diri sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai panduan untuk melakukan introspeksi diri McKinsey&Company memaparkannya dalam laporan berjudul An Incumbent’s Guide to Digital Disruption yang memformulasikan empat tahapan posisi perusahaan di tengah era disruptif teknologi.
Tahap pertama, sinyal ditengah kebisingan (signals amidst the noise). Pada tahun 1990 Polygram dicatat sebagai salah satu perusahaan recording terbesar di dunia. Namun, pada tahun 1998 perusahaan ini dijual ketika teknologi MP3 baru saja ditemukan sehingga pemilik masih merasakan puncak kejayaan Polygram pada saat itu dan memperoleh nilai (value) penjualan yang optimal. Contoh lainnya, adalah industri surat kabar tradisional yang mengejar oplah dan pemasukan dari pemasangan iklan. Kemunculan internet yang mengancam dimanfaatkan oleh Schibsted, salah satu perusahaan media asal Norwegia yang menggunakan internet untuk mengantisipasi ancaman sekaligus memanfaatkan peluang bisnis. Perusahaan ini melakukan disruptif terhadap bisnis inti mereka melalui media internet yang akhirnya menjadi tulang punggung bisnis mereka di kemudian hari. Pada tahap ini, perusahaan (incumbent) merespon perkembangan teknologi secara cepat dengan menggeser posisi nyaman dari bisnis inti yang mereka geluti mengikuti tren perkembangan teknologi, preferensi konsumen, regulasi dan pergeseran lingkungan bisnis.
Tahap kedua, perubahan lingkungan bisnis nampak lebih jelas (change takes hold). Pada tahap ini perubahan sudah nampak jelas baik secara teknologi maupun dari sisi ekonomis, namun dampaknya pada kinerja keuangan masih relatif tidak signifikan sehingga belum dapat disimpulkan apakah model bisnis baru akan lebih menguntungkan atau sebaliknya dalam jangka panjang. Namun, dampak yang belum signifikan ini ditanggapi secara serius oleh Netflix di tahun 2011 ketika mengkanibal bisnis inti mereka yakni menggeser fokus bisnis dari penyewaan DVD menjadi streaming. Ini merupakan keputusan besar yang berhasil menjaga keberlangsungan perusahaan di kemudian hari sehingga tidak mengikuti mengikuti kebangkrutan pesaingnya Blockbuster.
Tahap ketiga, transformasi yang tak terelakkan (the inevitable transformation). Pada tahap ini, model bisnis baru sudah teruji dan terbukti lebih baik dari model bisnis yang lama. Oleh sebab itu, perusahaan incumbent akan mengakselerasi transformasi menuju model bisnis baru. Namun demikian, transformasi pada tahap ini akan lebih berat mengingat perusahaan incumbent relatif sudah besar dan gemuk sehingga tidak selincah dan seadaptif perusahaan-perusahaan pendatang baru (startup company) yang hadir dengan model bisnis baru. Oleh sebab itu, pada tahap ini perusahaan sudah tertekan pada sisi kinerja keuangan sehingga akan menekan budget bahkan mengurangi beberapa aktivitas bisnis dan fokus hanya pada inti bisnis perusahaan incumbent.
Tahap keempat, adaptasi pada keseimbangan baru (adapting to the new normal). Pada tahap ini, perusahaan incumbent sudah tidak memiliki pilihan lain selain menerima dan menyesuaikan pada keseimbangan baru karena fundamental industri telah berubah dan juga perusahaan incumbent tidak lagi menjadi pemain yang dominan. Perusahaan incumbent hanya dapat berupaya untuk tetap bertahan di tengah terpaan kompetisi. Pada tahap inipun para pengambil keputusan di perusahaan incumbent perlu jeli dalam mengambil keputusan seperti halnya Kodak yang keluar lebih cepat dari industri fotografi sehingga tidak mengalami keterperosokkan yang semakin dalam.
Berangkat dari tahapan-tahapan ini seyogianya masing-masing perusahaan dapat mendeteksi lebih awal posisi perusahaan masing-masing sedini mungkin sehingga dapat menetapkan langkah antisipasi yang tepat. Tantangan terberat justru kepada para market leader dimana biasanya merasa superior dan merasa serangan disruptif hanya ditujukan kepada kompetitor minor yang kinerjanya tidak baik. Oleh sebab itu, perusahaan incumbent perlu terus bergerak cepat dan lincah mengikuti arah perubahan lingkungan bisnis dalam menyongsong era revolusi industri generasi keempat (Industry 4.0). Reed Hasting, CEO Netflix pernah mengatakan bahwa jarang sekali ditemukan perusahaan mati karena bergerak terlalu cepat, namun sebaliknya yang seringkali ditemukan adalah perusahaan mati karena bergerak terlalu lambat.
Gambar 2.1. Perkembangan Industri 1.0 – 4.0
2.1.3. Prinsip Industri 4.0
Ada empat prinsip rancangan dalam Industri 4.0. Prinsip-prinsip ini membantu perusahaan mengidentifikasi dan mengimplementasikan skenario-skenario Industri 4.0.
  • Interoperabilitas (kesesuaian): Kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan manusia untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan satu sama lain lewat Internet unuk segala (IoT) atau Internet untuk khalayak (IoP).
    • IoT akan mengotomatisasikan proses ini secara besar-besaran
  • Transparansi informasi: Kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan dunia fisik secara virtual dengan memperkaya model pabrik digital dengan data sensor. Prinsip ini membutuhkan pengumpulan data sensor mentah agar menghasilkan informasi konteks bernilai tinggi.
  • Bantuan teknis: Pertama, kemampuan sistem bantuan untuk membantu manusia dengan mengumpulkan dan membuat visualisasi informasi secara menyeluruh agar bisa membuat keputusan bijak dan menyelesaikan masalah genting yang mendadak. Kedua, kemampuan sistem siber-fisik untuk membantu manusia secara fisik dengan melakukan serangkaian tugas yang tidak menyenangkan, terlalu berat, atau tidak aman bagi manusia.
  • Keputusan mandiri: Kemampuan sistem siber-fisik untuk membuat keputusan sendiri dan melakukan tugas semandiri mungkin. Bila terjadi pengecualian, gangguan, atau ada tujuan yang berseberangan, tugas didelegasikan ke atasan.
2.1.4.     Perbedaan Industri 3.0 dan Industri 4.0

·         Generasi pertama ditandai ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin, yang dimulai pada abad ke-18. Revolusi pertama ini berhasil meningkatkan rata-rata pendapatan perkapita negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat.
·         Selanjutnya revolusi industri generasi kedua dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustion chamber). Revolusi ini ditandai juga dengan kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang.
·         Revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet.
·         Industri 4.0 , Inti dari revolusi industri 4.0 adalah perkembangan teknologi yang menekankan pada pola digital economy, Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), Big Data, robotic dan lain sebagainya. Fenomena ini juga sering disebut dengan fenomena disruptive technology.

2.2.    Peran Pemerintah dalam Mendorong Industri 4.0 melalui Making Indonesia 4.0
Making Indonesia 4.0 mencerminkan kesungguhan negara sedang beradaptasi dengan ragam perubahan besar pada era revolusi industri keempat (Industri 4.0) sekarang ini. Kewajiban negara pula untuk menyiapkan generasi milenial menjadi angkatan kerja yang kompetitif dan produktif sepanjang era Industri 4.0 itu.
Indonesia sudah menapaki era Industri 4.0, yang antara lain ditandai dengan serba digitalisasi dan otomasi. Namun, belum semua elemen masyarakat menyadari konsekuensi logis atau dampak dari perubahan-perubahan yang ditimbulkannya. Bahkan, fakta-fakta perubahan itu masih sering diperdebatkan. Misalnya, banyaknya toko konvensional di pusat belanja (mall) yang tutup sering dipolitisasi dengan argumentasi bahwa kecenderungan itu disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Padahal, toko-toko konvensional memang mulai menghadapi masalah serius atau minim pengunjung karena sebagian masyarakat perkotaan lebih memilih sistem belanja online. Dari beli baju, sepatu, dan buku hingga beli makanan semuanya dengan pola belanja online.
Masih ada beberapa contoh tentang dampak dari adaptasi era Industri 4.0. Misalnya, karena faktor e-banking dan pesatnya perkembangan sistem pembayaran, 30 persen pos pekerjaan pada setiap bank diprediksi akan hilang dalam beberapa tahun mendatang. Maka, akhir-akhir ini pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perbankan pun tak terhindarkan. Lalu, berlakunya ketentuan e-money untuk bayar tol pun punya dampak terhadap pekerja yang selama ini melayani pembayaran tunai di semua pintu jalan tol.
Industri surat kabar pun mengalami penurunan skala bisnis yang cukup signifikan, karena tak bisa bisa menghindari dampak dari pesatnya pertumbuhan media online. Beberapa ilustrasi ini menggambarkan perubahan yang muncul akibat digitalisasi dan otomasi dalam era Industri 4.0 sekarang ini. Perubahan-perubahan besar menjadi tak terhindarkan ketika dunia harus bertransformasi mengikuti perubahan zaman.
Revolusi Industri Pertama ditandai dengan mekanisasi produksi menggunakan tenaga air dan uap. Lalu, produksi massal menjadi sebuah kemungkinan yang terbuka berkat adanya tenaga listrik pada Revolusi Industri Kedua. Sektor industri kemudian bisa mewujudkan otomatisasi produksi pada Revolusi Industri Ketiga karena dukungan industri elektronik dan teknologi informasi. Semua perubahan itu mendorong manusia beradaptasi, karena pada akhirnya akan mengubah perilaku, cara bekerja hingga tuntutan keterampilan.
Era Industri 4.0 akan terus menghadirkan banyak perubahan yang tak bisa dibendung. Karena itu, ada urgensinya jika negara perlu berupaya maksimal dan lebih gencar memberi pemahaman kepada semua elemen masyarakat tentang hakikat era Industri 4.0 dengan segala konsekuensi logisnya. Langkah ini penting karena belum banyak yang berminat memahami Industri 4.0. Masyarakat memang sudah melakoni beberapa perubahan itu, tetapi kepedulian pada tantangan di era digitalisasi dan otomasi sekarang ini pun terbilang minim.
Maka, negara harus mengambil inisiatif mendorong semua elemen masyarakat lebih peduli era Industri 4.0. Dengan memberi pemahaman yang lebih utuh dan mendalam, masyarakat dengan sendirinya akan terdorong untuk bersiap menghadapi sekaligus merespons perubahan-perubahan dimaksud. Pun menjadi sangat penting adalah mendorong sektor pendidikan nasional --dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi-- menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan tantangan dan kebutuhan pada era sekarang ini. Kurikulum yang membuka akses bagi generasi milenial mendapatkan ilmu dan pelatihan untuk menjadi pekerja yang kompetitif dan produktif.
Dalam konteks industri dan produksi, Industri 4.0 dipahami sebagai komputerisasi pabrik, atau otomasi dan rekonsiliasi data guna mewujudkan pabrik yang cerdas (smart factories). Terstruktur dalam pabrik cerdas ini adalah robot atau cyber physical system (sistem siber-fisik), Internet untuk Segala (IoT), komputasi awan (cloud), dan komputasi kognitif. Semuanya serba digital. Sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat. Kemudian, melalui IoT, sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama satu sama lain dan dengan manusia secara bersamaan. Lewat cloud, disediakan layanan internal dan lintas organisasi, yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai manufaktur.
Untuk merespons perubahan pada era Industri 4.0, pemerintah telah bersiap dengan merancang peta jalan (road map) berjudul Making Indonesia 4.0, sebagai strategi Indonesia memasuki era digital saat ini. Making Indonesia 4.0 menetapkan arah yang jelas bagi masa depan industri nasional. Negara berketetapan untuk fokus pada pengembangan lima sektor manufaktur yang akan menjadi percontohan, serta menjalankan 10 inisiatif nasional untuk memperkuat struktur perindustrian Indonesia, termasuk inisiatif mempersiapkan tenaga kerja yang andal serta keterampilan khusus untuk penguasaan teknologi terkini.
Pemerintah mengungkapkan telah mengelompokkan lima industri utama yang disiapkan untuk Revolusi Industri 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Pemerintah menegaskan bahwa  kelima industri tersebut ditetapkan menjadi tulang punggung guna meningkatkan daya saing. Lima sektor tersebut juga dinilai akan menyumbang penciptaan lapangan kerja lebih banyak serta investasi baru berbasis teknologi. Memang, era Industri 4.0 sudah menghadirkan pabrik cerdas karena kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Namun, peluang bagi tercipta dan tersedianya lapangan kerja baru tetap terbuka.
Persiapan negara berlanjut dengan gagasan pembangunan infrastruktur digital. Saat ini, Kementerian Perindustrian bersama Kemenkominfo serta PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) sedang melakukan mapping penerapan teknologi 5G di sejumlah kawasan industri. Sebab, sektor industri butuh konektivitas serta interaksi melalui teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi dan dapat dimanfaatkan di seluruh rantai nilai manufaktur demi efisiensi dan peningkatan kualitas produk.
Sedangkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sudah mengemukakan keyakinannya bahwa Indonesia berpeluang besar menjadi pemain kunci di Asia dalam implementasi Industri 4.0. Ada dua potensi nyata yang melandasi keyakinan itu, yakni pasar yang besar dan ketrampilan. Dua potensi ini mampu mendukung pengembangan era digital.
Sebab, dewasa ini jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 143 juta orang. Dan, ketrampilan generasi milenial bisa terekam pada semua perguruan tinggi atau universitas di Indonesia. Airlangga pun memastikan bahwa generasi milenial akan memainkan peran penting. Sedikitnya 49,5 persen pengguna internet berusia 19-34 tahun. Mereka berinteraksi atau melek teknologi berkat telepon pintar (smartphone).
Potensi nyata yang digambarkan Menteri Airlangga itu harus ditingkatkan dan dipertajam. Sebab, dalam fungsinya sebagai pekerja, generasi milenial dituntut untuk meningkatkan kapasitas. Tak cukup hanya dengan penguasaan teknologi, tetapi harus dilengkapi penguasaan sejumlah bahasa asing agar bisa komunikatif pada tingkat global. Peningkatan kapasitas pekerja milenial itu bisa diwujudkan melalui pelatihan, kursus dan sertifikasi. Industri dan institusi pendidikan pun harus peduli pada isu tentang peningkatan kapasitas pekerja di era Industri 4.0 ini.
Seperti diketahui, Kementerian Perindustrian sedang giat-giatnya mendorong peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia agar menguasai teknologi digital. Salah satu cara yang dipilih adalah program vokasi SMK dan industri, serta memacu politeknik melalui program skill for competitiveness. Akan menjadi sangat ideal jika program peningkatan kompetensi SDM itu bisa masuk dalam kurikulum pendidikan sejak pendidikan dasar untuk menyiapkan generasi milenial yang kompetitif dan produktif.

2.3.    Implementasi Industri 4.0 di PT. Asianagro Agung Jaya
2.3.1. Profil PT. Asianagro Agung Jaya (APICAL GROUP)
APICAL Group adalah salah satu eksportir terbesar minyak sawit di Indonesia. Grup ini memiliki dan mengontrol spektrum yang luas dari minyak sawit nilai bisnis rantai dari sourcing untuk distribusi dan bergerak di bidang penyulingan, pengolahan dan perdagangan minyak kelapa sawit untuk keperluan rumah tangga dan ekspor internasional. Apical mengoperasikan empat kilang, satu pabrik biodiesel dan tanaman menghancurkan di Indonesia dan China. kilang baru kami menggunakan state-of-the-art teknologi, yang mencerminkan komitmen kami untuk mengembangkan fasilitas dan produk terkemuka dunia. model bisnis apikal ini dibangun di atas tiga kekuatan inti:
·         Sebuah jaringan CPO sumber handal dan luas di Indonesia.
·         integrasi penuh aset kilang primer dan sekunder efisien di lokasi strategis di Indonesia dan China.
·         saluran logistik yang efisien didukung oleh infrastruktur apikal sendiri untuk memberikan kualitas CPO dan PPO untuk klien baik diversifikasi mulai dari rumah-rumah perdagangan internasional untuk pembeli industri lokal.
Model bisnis ini memungkinkan Grup untuk mengontrol kualitas, menjamin efisiensi dan sinergi di setiap langkah dari rantai nilai dan menciptakan nilai bagi semua pemangku kepentingan. Apical dikelola oleh RGE Pte Ltd , yang juga mengelola perusahaan manufaktur berbasis sumber daya kelas dunia lainnya, memberikan kualitas produk akhir untuk bisnis dan jutaan orang di seluruh dunia.
Apical dibentuk pada tahun 2006 untuk mengkonsolidasikan bisnis hilir kelapa sawit dari RGE, kegiatan usaha hilir sebenarnya dimulai jauh lebih awal pada tahun 1989 dengan perolehan 300 ton per kilang minyak hari sawit di Tanjung Balai, Sumatera, oleh kelompok Asian Agri. Hari ini, Apical beroperasi kilang Tanjung Balai dan mitra Asian Agri untuk jangka panjang dan persediaan CPO diandalkan.

a.     Maksud dan tujuan Pendirian Pabrik

Filosofi Apical adalah untuk menjadi yang terbaik. Ukuran kilang Apical menawarkan keuntungan komersial dan memungkinkan untuk skala ekonomi yang memungkinkan investasi dalam fungsi sentral utama seperti Penelitian dan Pengembangan dan fungsi kontrol keuangan yang efektif. Manfaat yang dihasilkan bagi pelanggan kami adalah harga yang kompetitif, pasokan aman, kualitas produk, konsistensi dan solusi khusus.
Kilang kelas dunia memanfaatkan teknologi untuk memastikan bahwa spesifikasi kualitas yang disyaratkan. penyimpanan dan bulking fasilitas terpadu memungkinkan pemeliharaan kualitas produk dan kebutuhan khusus terpenuhi selama penyimpanan

b.    Sejarah Dan Perkembangan

Apical dibentuk pada tahun 2006 untuk mengkonsolidasikan bisnis hilir kelapa sawit dari RGE, kegiatan usaha hilir sebenarnya dimulai jauh lebih awal pada tahun 1989 dengan perolehan 300 ton per kilang minyak hari sawit di Tanjung Balai, Sumatera, oleh kelompok Asian Agri. Hari ini, apikal beroperasi kilang Tanjung Balai dan mitra Asian Agri untuk jangka panjang dan persediaan CPO diandalkan.
Aktivitas utama Perseroan dimulai dari penanaman dan pemanenan pohon kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (PK), serta pemrosesan CPO menjadi produk industri dan konsumen seperti minyak goreng, margarin dan shortening.
Produk yang dihasilkan dari pengolahan Crude Palm Oil (CPO) ini adalah minyak goreng RBDL (Refined Bleached Deodorized Olein) atau disebut juga olein sebagai produk utama dan RBDS (Refined Bleached Deodorized Stearin) atau disebut juga stearin serta PFAD (Palm Fatty Acid Destilate) sebagai produk sampingan. Produk-produk olahan CPO tersebut dikembangkan menjadi produk unggulan perusahaan, seperti minyak goreng diantaranya (Harumas, Camar dan Oilku), margarin diantaranya (Medalia, Vitas, dan Bakeria)
Produk berupa RBDL (Refined Bleached Deodorized Olein) dipasarkan di dalam negeri dalam kemasan bermerek Harumas, Camar dan Oilku. Beberapa produk dari kami juga di ekspor ke luar negeri seperti Cina, Nigeria, Brazil dan lainnya. Sedangkan untuk produk RBDS (Refined Bleached Deodorized Stearin) dipasarkan di dalam dan luar negeri seperti Cina, Nigeria, Brazil, Ukraina, New Zealand beberapa negara-negara di benua Asia, Afrika, Amerika dan Eropa lainnya dengan merek Medalia, Vitas, dan Bakeria. Dengan alasan ini PT.Asianagro Agung Jaya. jakarta dituntut untuk benar-benar menjaga mutu produksi perusahaan tersebut supaya dapat dijaga kestabilan serta aman untuk dikonsumsi.

c.     Kapasitas Produksi


d.    Lokasi Pabrik

Apical mengoperasikan 4 plant, pabrik biodiesel, pabrik membelah lemak dan tanaman menghancurkan terletak di Indonesia dan China. Plant Apical memiliki total kapasitas 3,70 juta metrik ton per tahun. Fasilitas pengolahan primer dan tangki penyimpanan terletak di dekat sumber bahan baku di Indonesia sementara fasilitas manufaktur sekunder terletak dekat dengan kawasan industri kota-kota besar yang memungkinkan kita untuk memanfaatkan basis konsumen yang besar. Kompleks pengolahan 52ha di Lubuk Gaung, Dumai, beroperasi di Kawasan Berikat, yang menawarkan pengolahan dokumentasi cepat, berthing efisien dan tepat waktu berlayar kapal dari dermaga pribadi 1 km panjang. Pabrik Marunda kami terletak dekat Tg Priok kontainer terminal, yang memfasilitasi pengiriman yang tepat waktu dan ekspor pengiriman.
Indonesia




Gambar 3. Lokasi APICAL di Indonesia
Cina



Gambar 4. Lokasi APICAL di Cina
Lokasi merupakan sarana yang penting dalam menentukan kelancaran perusahaan, maka dari itu PT.Asianagro Agung Jaya., Jakarta memilih lokasi kawasan industri di Kawasan Berikat Nusantara, tepatnya pada Jalan semarang Blok A6 No.1 Kawasan berikat nusantara marunda
2.3.2. Implementasi Industri 4.0 di PT. AAJ
            PT. Asianagro Agung Jaya (PT.AAJ) sebagai salah satu perusahaan yang mengedepankan sumber daya yang berkelanjutan selalu berusaha untuk memperoleh efektivitas, efisiensi, dan produktivitas yang sebaik mungkin. Industri 4.0 merupakan salah satu ide atau gagasan yang sangat baik jika dikaitkan dengan tujuan perusahan untuk memproduksi produk dengan biaya seminimum mungkin dengan tidak mengurangi value dari produk yang akan diterima konsumen nantinya.
            Namun perubahan tentunya tidak harus dilakukan secara massif, namun harus diperhitungkan secara matang dan bertahap disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Saat ini, jika dilihat dari kapasitas produksi yang cukup besar, dengan karyawan yang hanya sekitar 600 personel tentu sangat efektif pekerjaan yang dilakukan. Disini akan dibahas satu per satu di posisi manakah PT. AAJ menerapkan sistemnya, apakah 2.0, 3.0,atau 4.0?
a.     Warehouse Management System
·         Manajemen warehouse di perusahaan menggunakan software SAP , dengan admin melaksanakan fungsi masing-masing sebagai admin Incoming Material dan Despatch Material. Pemotongan stock, Update Stock, Pembuatan Good Receipt, dan lain-lain dilakukan secara terintegrasi dengan pihak terkait. Dari system yang digunakan kami menyimpulkan adanya otomasi dalam administrasi warehouse, sehingga masuk kategori Industri 3.0.
·         Penyimpanan Produk Finish Good maupun Material masih dilakukan secara manual, penghitungan secara manual, pengambilan dan pemasukan pallet produk ke rak masih menggunakan forklift. Padahal sudah ada teknologi yang terbaru dengan menggunakan barcode, sehingga stock dapat dengan mudah terkontrol. Kami menyimpulkan bahwa untuk penyimpanan produk dan material masih menggunakan sistem 2.0.
·         Proses stuffing untuk produk export masih menggunakan tenaga manusia, penataan pallet ke loading dock masih menggunakan forklift (Industri 2.0)
b.     Quality Service
·         Sebagian besar analisa masih menggunakan metode manual, namun ada beberapa yang sudah bisa menggunakan instrument sebagai secondary method dan relative lebih mempersingkat waktu analisa (industry 3.0)
c.     Packing Plant
·         Produk Oil menggunakan mesin filling otomatis, baik untuk botol maupun stand pouch. Namun proses pelabelan masih secara manual. Proses memasukkan produk ke karton dilakukan secara manual. (Industri 2.0)
·         Produk Margarine, Shortening, sudah menggunakan serangkaian proses yang sudah terintegrasi kedalam monitor , sehingga operator hanya bertugas sebagai controller. Semua mesin packing fat dapat berjalan secara otomatis. Mulai dari proses taping karton, hingga palletizing menggunakan Robot Kuka. (Industri 3.0)
d.     Produksi
·         Semua proses di produksi baik Refinery, Fractionation, Hydrogenation, atau Semi Continues Deodorized dikontrol di sebuah control room yang berisikan monitor, dan berbagai alat yang berfungsi sebagai indicator bagi operator tentang kinerja produksi. Semua masalah akan terdeteksi di control room (industry 3,0)
e.     Purchasing, Accounting, Marketing
·         Semua pekerjaan dilakukan dengan menggunakan SAP. (Industri 3.0)




















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.     Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, Internet untuk segala, komputasi awan, dan komputasi kognitif. Industri 4.0 menghasilkan "pabrik cerdas". SIM di PT. Asianagro Agung Jaya diimplementasikan melalui SAP program
2.     Industri 4.0 dimulai dengan hadirnya internet dalam kehidupan manusia, sehingga diharapkan juga dapat diterapkan demi meningkatkan efektivitas, efisiensi dan produktivitas produsen.
3.       Ada 4 prinsip dalam mengimplementasikan industry 4.0 yaitu Interoperabilitas (kesesuaian), Transparansi informasi, Bantuan teknis dan Keputusan mandiri
4.       Untuk merespons perubahan pada era Industri 4.0, pemerintah telah bersiap dengan merancang peta jalan (road map) berjudul Making Indonesia 4.0, sebagai strategi Indonesia memasuki era digital saat ini.
5.       PT. Asianagro Agung Jaya untuk saat ini belum menerapkan sistem Industri 4.0, dan masih menggunakan sistem 3.0 untuk sebagian besar fungsinya.
B.    Saran
1.     Stakeholders perlu memikirkan untuk berinvestasi dengan menerapkan teknologi 4.0 guna mendorong optimalisasi , terutama cost dan value produk.















DAFTAR PUSTAKA

http://id.beritasatu.com/home/revolusi-model-bisnis-pada-era-industri-40/147399 diakses pada 20 April 2018 pukul 17.00
http://id.beritasatu.com/home/revolusi-industri-40/145390 diakses pada 20 April 2018 pkl 17.05
https://id.wikipedia.org/wiki/Industri_4.0  diakses pada 20 April 2018 pukul 18.11




2 komentar:

  1. Thanks infonya. Saya juga punya nih referensi lain tentang ulasan industri 4.0 yang lebih luas, dan ada kaitannya juga dengan dunia fintech di Indonesia. Cek di sini yuk: Penjelasan lengkap Revolusi Industri 4.0

    BalasHapus

ANALISIS TOKO ONLINE “ JD.ID ”

ANALISIS TOKO ONLINE “ JD.ID ” Dosen Pengampu : Don Haidy Abel,ST,MBA&E, LMP-NLP ...