HOME

Kamis, 26 April 2018

PENERAPAN SIM DALAM BISINIS DI INDONESIA SECARA UMUM DI INDUSTRI MANUFAKTUR

MAKALAH KELOMPOK 3MATA KULIAH SISTEM INFORMASI MANAJEMENDOSEN : Don Haidy Abel, ST., MBA&E


PENERAPAN SIM DALAM BISINIS DI INDONESIA SECARA UMUM DI INDUSTRI MANUFAKTURDI SUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

 
NAMA                                                                                       NPM
Candra Wijaya                                                                              (201610325204)
Dwiky Rezkianto                                                                           (201610325313)
Enggar Achmad Prasetyo                                                            (201610325316)
Ilham Fauji Bahrul Salam                                                            (201610325315)
Kristina Eka S.R                                                                            (201610325035)
Nadia Agustina                                                                              (201610325190)


   PROGRAM STUDI MANAJEMEN
   FAKULTAS EKONOMI
           UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
    TAHUN 2016/2017
     BEKASI






BAB IPENDAHULUAN

A.            Latar Belakang
 Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi industri ke empat. European Parliamentary Research Service dalam Davies (2015) menyampaikan bahwa revolusi industri terjadi empat kali. Revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 di mana penemuan mesin uap dan mekanisasi mulai menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi yang kedua terjadi pada akhir abad ke-19 di mana mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara masal. Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda revolusi industri ketiga. Saat ini, perkembangan yang pesat dari teknologi sensor, interkoneksi, dan analisis data memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh teknologi tersebut ke dalam berbagai bidang industri. Gagasan inilah yang diprediksi akan menjadi revolusi industri yang berikutnya. Angka empat pada istilah Industri 4.0 merujuk pada revolusi yang ke empat.
B.            Maksud dan Tujuan Penulisan
Dalam era Globalisasi perkembangan teknologi tentunya sangat di harapkan di berbagai dunia dalam mendukung kegiatan perekonomian dan perkembangan negara negara mempermudah serta mempercepat dalam memproduksi dan menghemat anggaran dalam pengelolaan sumber daya yang ada , indonesia saat ini tengah di tantang untuk memasuki era industri ke-4 dimana indonesia sendiri hanya beberapa yang telah sanggup memenuhi kriteria dalam penerapan industri ke 4 ini , Tentu dengan masuknya industri 4.0 ini akan berdampak pada industrial yang ada di indonesia baik bisnis Industri manufaktur ataupun UKM,Tujuan penulisan ini untuk mengetahui persentase industri di indonesia yang telah mengimplementasikan Industri 4.0 dan beberapa metode dalam penerapan di industri menuju 4.0








BAB IIPEMBAHASAN


2.1 Konsep Perkembangan Industri 4.0
Industri 4.0 merupakan fenomena yang unik jika dibandingkan dengan tiga revolusi industri yang mendahuluinya. Industri 4.0 diumumkan secara apriori karena peristiwa nyatanya belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan (Drath dan Horch, 2014). Istilah Industri 4.0 sendiri secara resmi lahir di Jerman tepatnya saat diadakan Hannover Fair pada tahun 2011 (Kagermann dkk, 2011). Negara Jerman memiliki kepentingan yang besar terkait hal ini karena Industri 4.0 menjadi bagian dari kebijakan rencana pembangunannya yang disebut High-Tech Strategy 2020. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mempertahankan Jerman agar selalu menjadi yang terdepan dalam dunia manufaktur (Heng, 2013). Beberapa negara lain juga turut serta dalam mewujudkan konsep Industri 4.0 namun menggunakan istilah yang berbeda seperti Smart Factories, Industrial Internet of Things, Smart Industry, atau Advanced Manufacturing. Meski memiliki penyebutan istilah yang berbeda, semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan daya saing industri tiap negara dalam menghadapi pasar global yang sangat dinamis. Kondisi tersebut diakibatkan oleh pesatnya perkembangan pemanfataan teknologi digital di berbagai bidang. Industri 4.0 diprediksi memiliki potensi manfaat yang besar. Tabel 1 menunjukkan potensi manfaat Industri 4.0

            Sebagian besar pendapat mengenai potensi manfaat Industri 4.0 adalah mengenai perbaikan kecepatanfleksibilitas produksi, peningkatan layanan kepada pelanggan dan peningkatan pendapatan. Terwujudnya potensi manfaat tersebut akan memberi dampak positif terhadap perekonomian suatu negara. Industri 4.0 memang menawarkan banyak manfaat, namun juga memiliki tantangan yang harus dihadapi. Drath dan Horch (2014) berpendapat bahwa tantangan yang dihadapi oleh suatu negara ketika menerapkan Industri 4.0 adalah munculnya resistansi terhadap perubahan demografi dan aspek sosial, ketidakstabilan kondisi politik, keterbatasan sumber daya, risiko bencana alam dan tuntutan penerapan teknologi yang ramah lingkungan. Menurut Jian Qin dkk (2016), terdapat kesenjangan yang cukup lebar dari sisi teknologi antara kondisi dunia industri saat ini dengan kondisi yang diharapkan dari Industri 4.0. Penelitian yang dilakukan oleh Balasingham (2016) juga menunjukkan adanya faktor keengganan perusahaan dalam menerapkan Industri 4.0 karena kuatir terhadap ketidakpastian manfaatnya. Berdasar beberapa penjelasan tersebut maka sesuai dengan yang disampaikan oleh Zhou dkk (2015), secara umum ada lima tantangan besar yang akan dihadapi yaitu aspek pengetahuan, teknologi, ekonomi, social, dan politik. Guna menjawab tantangan tersebut, diperlukan usaha yang besar, terencana dan strategis baik dari sisi regulator (pemerintah), kalangan akademisi maupun praktisi. Kagermann dkk (2013) menyampaikan diperlukan keterlibatan akademisi dalam bentuk penelitian dan pengembangan untuk mewujudkan Industri 4.0. Menurut Jian Qin dkk (2016) roadmap pengembangan teknologi untuk mewujudkan Industri 4.0 masih belum terarah. Hal ini terjadi karena Industri 4.0 masih berupa gagasan yang wujud nyata dari keseluruhan aspeknya belum jelas sehingga dapat memunculkan berbagai kemungkinan arah pengembangan. Artikel ini bertujuan untuk menelaah aspek dan arah perkembangan riset terkait Industri 4.0. Pendekatan yang digunakan adalah studi terhadap beragam definisi dan model kerangka Industri 4.0 serta melalui pemetaan dan analisis terhadap sejumlah publikasi. Isi artikel ini meliputi kajian terhadap definisi dan model kerangka Industri 4.0 guna menemukan aspek apa saja yang ada di dalam konsep Industri 4.0. Berikutnya adalah penjelasan mengenai metode untuk menelusuri arah perkembangan riset Industri 4.0, dilanjutkan dengan pembahasan hasil dan kesimpulan Hal  ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai apa itu Industri 4.0, perkembangan dan potensi riset yang ada di dalamnya

Tabel 1. Potensi Manfaat Industri 4.0
Penulis
 Potensi Manfaat
Lasi dkk (2014)
Pengembangan produk menjadi lebih cepat, mewujudkan permintaan yang bersifat individual (kustomisasi produk), produksi yang bersifat fleksibel dan cepat dalam menanggapi masalah serta efisiensi sumber daya.
Rüßmann dkk (2015)
Perbaikan produktivitas, mendorong pertumbuhan pendapatan, peningkatan kebutuhan tenaga kerja terampil, peningkatan investasi
Schmidt dkk (2015)
Terwujudnya kustomisasi masal dari produk, pemanfaatan data idle dan perbaikan waktu produksi
Kagermann dkk (2013)
Mampu memenuhi kebutuhan pelanggan secara individu, proses rekayasa dan bisnis menjadi dinamis, pengambilan keputusan menjadi lebih optimal, melahirkan model bisnis baru dan cara baru dalam mengkreasi nilai tambah.
Neugebauer dkk (2016)
Mewujudkan proses manufaktur yang efisien, cerdas dan on-demand (dapat dikostumisasi) dengan biaya yang layak




2.2 Definisi Industri 4.0
            Definisi mengenai Industri 4.0 beragam karena masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Kanselir Jerman, Angela Merkel (2014) berpendapat bahwa Industri 4.0 adalah transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Schlechtendahl dkk (2015) menekankan definisi kepada unsur kecepatan dari ketersediaan informasi, yaitu sebuah lingkungan industri di mana seluruh entitasnya selalu terhubung dan mampu berbagi informasi satu dengan yang lain. Pengertian yang lebih teknis disampaikan oleh Kagermann dkk (2013) bahwa Industri 4.0 adalah integrasi dari Cyber Physical System (CPS) dan Internet of Things and Services (IoT dan IoS) ke dalam proses industri meliputi manufaktur dan logistik serta proses lainnya. CPS adalah teknologi untuk menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya. Penggabungan ini dapat terwujud melalui integrasi antara proses fisik dan komputasi (teknologi embedded computers dan jaringan) secara close loop (Lee, 2008). Hermann dkk (2015) menambahkan bahwa Industri 4.0 adalah istilah untuk menyebut sekumpulan teknologi dan organisasi rantai nilai berupa smart factory, CPS, IoT dan IoS. Smart factory adalah pabrik modular dengan teknologi CPS yang memonitor proses fisik produksi kemudian menampilkannya secara virtual dan melakukan desentralisasi pengambilan keputusan. Melalui IoT, CPS mampu saling berkomunikasi dan bekerja sama secara real time termasuk dengan manusia. IoS adalah semua aplikasi layanan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap pemangku kepentingan baik secara internal maupun antar organisasi. Terdapat enam prinsip desain Industri 4.0 yaitu interoperability, virtualisasi, desentralisasi, kemampuan real time, berorientasi layanan dan bersifat modular. Berdasar beberapa penjelasan di atas, Industri 4.0 dapat diartikan sebagai era industri di mana seluruh entitas yang ada di dalamnya dapat saling berkomunikasi secara real time kapan saja dengan berlandaskan pemanfaatan teknologi internet dan CPS guna mencapai tujuan tercapainya kreasi nilai baru ataupun optimasi nilai yang sudah ada dari setiap proses di industri.


2.3 Model Kerangka Industri 4.0
Usaha untuk menemukan aspek apa saja yang ada di dalam Industri 4.0 tidak cukup dengan hanya melalui pemahaman definisinya. Perlu pemahaman yang lebih komprehensif tentang Industri 4.0 melalui model kerangka konsepnya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyusun model kerangka Industri 4.0. Kagermann dkk (2013) di dalam laporan final kelompok kerja Industri 4.0 yang disponsori oleh kementerian pendidikan dan riset Jerman memberikan rekomendasi model kerangka Industri 4.0. Model yang direkomendasikan merupakan perwujudan dari integrasi tiga aspek seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Aspek pertama adalah integrasi horisontal yang berarti mengintegrasikan teknologi CPS ke dalam strategi bisnis dan jaringan kerjasama perusahaan meliputi rekanan, penyedia, pelanggan, dan pihak lainnya. Sedangkan integrasi vertikal menyangkut bagaimana menerapkan teknologi CPS ke dalam sistem manufaktur/ produksi yang ada di perusahaan sehingga dapat bersifat fleksibel dan modular. Aspek yang ketiga meliputi penerapan teknologi CPS ke dalam rantai rekayasa nilai secara end to end. Rantai rekayasa nilai menyangkut proses penambahan nilai dari produk mulai dari proses desain, perencanaan produksi, manufaktur hingga layanan kepada pengguna produk. Integrasi aspek-aspek tersebut memerlukan delapan aksi. Aksi tersebut adalah (1) standardisasi, (2) pemodelan sistem kompleks, (3) penyediaan infrastruktur jaringan komunikasi, (4) penjaminan keselamatan dan keamanan, (5) desain organisasi dan kerja, (6) pelatihan sumber daya manusia, (7) kepastian kerangka hukum dan (8) efisiensi sumber daya. BITKOM, VDMA dan ZVEI (VDI/VDEGesellschaft Mess- und Automatisierungstechnik, 2015) mengembangkan model lain yang disebut RAMI 4.0 (Reference Architecture Model Industry 4.0). Model ini berbentuk kubus seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.










Sumbu vertikal RAMI 4.0 terdiri dari enam lapisan yang menunjukkan sudut pandang berbagai aspek industri terhadap Industri 4.0. Sudut pandang tersebut meliputi aspek pasar/ bisnis, fungsi, informasi, komunikasi dan sudut pandang mengenai kemampuan integrasi dari komponen (aset perusahaan). Sumbu horisontal sebelah kiri menunjukkan aliran siklus hidup produk atau arus nilai tambah dalam proses produksi di industri yang diiringi dengan penerapan digitalisasi. Sumbu horisontal sebelah kanan menjelaskan mengenai hierarki kendali sistem produksi mulai dari produk, peralatan di lantai produksi sampai ke tingkat perusahaan dan dunia luar. Menurut Zezulka dkk (2016), model ini kurang mendukung solusi teknis yang diperlukan untuk mewujudkan perangkat keras maupun perangkat lunak penerapan Industri 4.0. BITKOM, VDMA dan ZVEI kembali merekomendasikan model lain yang disebut Industry 4.0 Component Model (VDI/VDE-Gesellschaft Mess- und Automatisierungstechnik, 2015). Model ini menjelaskan lebih baik mengenai solusi teknis penerapan Industri 4.0 melalui peran teknologi CPS. Model ini berfokus pada fitur komunikasi antara sistem virtual dengan sistem nyatanya. Perwujudan model ini berupa penyematan wadah elektronik/ Administration shell yang menampung semua data selama siklus hidup tiap komponen sistem produksi. Data yang ditampung dapat diakses oleh seluruh entitas dari rantai produksi. Gambaran model ini ditunjukkan oleh gambar 3. Gambar 3. Industry 4.0 Component Model (VDI/VDEGesellschaft Mess- und Automatisierungstechnik, 2015) Fraunhofer, sebuah organisasi riset dan teknologi di Eropa merekomendasikan model lain yang disebut Fraunhofer Industrie 4.0 layer model (Neugebauer dkk, 2016). Model ini diklaim lebih komprehensif karena memasukkan lebih banyak unsur tangible. Model ini disusun dari hasil ekstraksi dokumen berbagai penelitian dan hasil wawancara terhadap para ahli. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4, model ini tersusun atas tiga lapisan utama. Lapisan inti terkait produksi. Lapisan ini terbagi menjadi sepuluh bagian teknologi inti yaitu:
a. engineering
b. manufacturing technologies and organization
c. machines
d. smart capabilities e. robotics and human-robot collaboration
f. production planning control
g. logistics h. work organization
i. workplace design and assistance
j. resource and energy efficiency.

Lapisan berikutnya adalah aspek teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan realisasi konsep Industri 4.0. Lapisan terluar terkait transformasi perusahaan akibat implementasi Industri 4.0 meliputi bisnis, manajemen dan sumber daya manusia.







Model kerangka Industri 4.0 saat ini masih terus dikembangkan. Hal ini bertujuan demi terwujudnya model yang secara global dapat digunakan sebagai acuan penerapan Industri 4.0 di berbagai tipe dan level industri. Berdasar telaah di atas, ditemukan empat belas aspek yang ada pada Industri 4.0. Aspek-aspek tersebut ditunjukkan pada tabel 2


1.             METODE
Metode untuk mengetahui arah perkembangan riset Industri 4.0 secara garis besar dapat dilihat pada gambar 5. Tahap pertama adalah pengumpulan data publikasi menggunakan layanan Scopus. Scopus adalah layanan yang memuat database abstrak dan sitasi dari berbagai literatur ilmiah meliputi jurnal, buku, dan prosiding. Menurut lamannya (www.scopus.com), Scopus memiliki lebih dari 22,748 jurnal di berbagai bidang penelitian yang selalu diperbarui setiap harinya. Menurut Burnham (2006), Scopus mudah untuk digunakan bahkan untuk kalangan pemula sekalipun. Artikel ini memanfaatkan Scopus untuk mencari publikasi berdasar title/ judul ‘Industry 4.0’. Hasil pencarian kemudian disaring hanya yang berupa artikel pada prosiding atau jurnal dan berbahasa Inggris. Kumpulan publikasi hasil penyaringan kemudian diekspor ke Microsoft Excel agar lebih mudah untuk diproses. Publikasi yang tidak memiliki abstrak akan dieliminasi. Kumpulan hasil publikasi kemudian dipilah menurut metode penelitian, aspek penelitian dan bidang industri penerapan. Pemilahan dilakukan dengan membaca dan memahami abstrak. Pemilahan berdasar metode penelitian menggunakan acuan dari Kothari (2004). Daftar kategori metode penelitian ditunjukkan pada tabel 3.
Langkah berikutnya adalah pemilahan berdasar aspek penelitian. Tabel 2 digunakan sebagai acuan pemilahan berdasar aspek penelitian. Pemilahan yang terakhir adalah pemilahan berdasar bidang industri penerapan, misalkan di bidang manufaktur, bisnis, pendidikan, atau bidang lainnya. Hasil pemilahan kemudian dianalisis melalui distribusi persentase dan tren jumlah publikasi berdasar rentang waktu.






2.             HASIL DAN PEMBAHASAN
Pencarian publikasi berjudul “Industry 4.0” menghasilkan 210 artikel. Jumlah artikel tersebut berkurang menjadi 170 artikel setelah melalui penyaringan. Hasil pemilahan berdasar metode penelitian ditunjukkan oleh gambar 6.
Distribusi sebaran riset didominasi oleh metode deskriptif dan konseptual, masing-masing sebesar 31%. Temuan ini dapat ditafsirkan bahwa konsep Industri 4.0 belum matang dan masih berkembang. Konsep yang telah ada tidak dapat begitu saja dipaksakan untuk diterapkan secara global, karena perindustrian di berbagai belahan dunia memiliki karakteristik yang sangat beragam. Kondisi ini memunculkan peluang bagi para peneliti untuk mengembangkan konsep Industri 4.0 sesuai dengan karakter perindustrian di negaranya masing-masing. Metode penelitian berikutnya adalah terapan dengan porsi 19% diikuti oleh empirikal dengan porsi 13%. Persentase jumlah riset dengan metode simulasi menjadi yang terkecil yaitu 6%. Hasil ini dapat ditafsirkan bahwa usaha untuk mewujudkan Industri 4.0 sudah mulai dilakukan melalui riset terapan dan eksperimen di industri riil. Pengembangan teknologi Industri 4.0 melalui riset simulasi juga sudah dilakukan meski dengan jumlah yang kecil.

Distribusi riset menurut aspek dapat dilihat pada gambar 7. Aspek bisnis memimpin dengan jumlah persentase terbesar (15%), diikuti dengan smart factory (13%), teknologi CPS (10%), standardisasi (10%) serta services (9%). Lima aspek tersebut memiliki jumlah persentase yang relatif lebih tinggi dibanding aspekaspek yang lainnya. Aspek bisnis didominasi oleh riset yang bertujuan untuk mengintegrasikan teknologi Industri 4.0 ke dalam model dan proses bisnis yang saat ini ada. Sebagai contoh adalah publikasi oleh De Felice dkk (2016) yang menerapkan RFID (Radio Frequency Identification) pada proses logistik sebuah perusahaan operator kereta api di Italia. Persentase konten smart factory, teknologi CPS dan services yang cukup tinggi (total ketiganya 32%) mengindikasikan bahwa sebagian riset berupaya menanggapi tantangan untuk mewujudkan teknologi Industri 4.0. Salah satu contoh upaya tersebut ditunjukkan oleh Nigappa dan Selvakumar (2016) melalui riset penerapan MicroPLC menjadi aplikasi berteknologi CPS dengan biaya yang murah. Temuan di atas mengindikasikan ada banyak peluang riset terkait model bisnis baru yang akan muncul karena penerapan Industri 4.0 khususnya penerapan teknologi smart factory dan CPS. Upaya standardisasi juga telah diupayakan, salah satunya oleh Mazak dan Huemer (2015) yang bertujuan membangun standar kerangka kerja proses bisnis baik secara internal maupun eksternal.


Gambar 8 menunjukkan distribusi riset menurut bidang industri. Porsi terbesar adalah bidang manufaktur (53%). Sejumlah riset dilakukan di industri manufaktur yang memproduksi barang secara masal, job shop, pengolahan logam dan furnitur. Sebagian besar objek kajian riset terkait proses produksi seperti proses permesinan, optimasi penjadwalan produksi, otomasi, desain sistem dan layout manufaktur serta interaksi antara manusia dengan proses produksi. Temuan ini menunjukkan bahwa riset Industri 4.0 lebih banyak dilakukan pada jenjang lantai produksi yang menjadi inti dari roda perindustrian. Bidang berikutnya adalah bisnis (12%) dengan objek kajian meliputi segala upaya untuk mempersiapkan dunia bisnis dalam menghadapi Industri 4.0. Sebagian besar publikasi membahas dunia usaha di wilayah Eropa. Edukasi (10%) juga menjadi bidang yang menarik bagi para peneliti. Beberapa publikasi mengemukakan pengembangkan fasilitas pelatihan dan demonstrasi terkait teknologi Industri 4.0. Fasilitas ini ada yang dibangun di lingkungan industri, di perguruan tinggi (Kovar dkk, 2016) atau kerjasama antara keduanya (Landherr dkk, 2016). Bidang teknologi informasi dan manajemen secara berurutan memiliki porsi 9% dan 8%. Selain itu, juga terdapat bidang lainnya (8%) yang menjadi obyek ketertarikan para peneliti yaitu pelayanan publik, pertanian, industri makanan, otomotif, hukum, sosial ekonomi, konstruksi dan kelistrikan. Tren jumlah riset terkait Industri 4.0 ditunjukkan oleh gambar 9. Dilihat dari rentang waktu selama tiga tahun (antara tahun 2013-2016), jumlah riset yang dilakukan selalu mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah riset cukup signifikan, bahkan mendekati dua kali lipat tiap tahunnya. Temuan ini menjadi pertanda bahwa upaya mewujudkan Industri 4.0 dari sisi akademis memiliki tren yang positif.

3.     Proses Revolusi Industri 4.0 Diterapkan Perusahaan Skala Besar di Indonesia
Penerapan revolusi industri 4.0 ini dinilai membuat rantai nilai produksi yang dilakukan lebih efektif dan efisien. Salah satunya dirasakan oleh PT PAN Brothers Tbk yang memproduksi beberapa produk tekstil dengan merk ternama seperti Uniqlo, Adidas, The North Face, H&M, IKEA dan puluhan merk internasional lainnya.PAN Brothers telah menggunakan berbagai teknologi Industri 4.0, seperti artificial intelligence (AI), Internet of Things (IoT), Augmented Reality (AR), Advanced Robotics, dan 3D Forming dalam rangkaian proses produksinya.General Manager Marketing PT PAN Brothers Tbk dalam proses perencanaan, AI mampu meminimalisir biaya yang dikeluarkan klien saat menyerahkan desain produk. Selama ini, klien yang berasal dari Amerika Serikat ataupun Eropa harus bertemu dengan tim perusahaan untuk memberikan rancangan desain.Dengan teknologi AI, desain dapat dijahit secara virtual menggunakan program virtual stitcher tanpa kehadiran klien. Jika desain tersebut telah disepakati, PAN Brothers dapat langsung membuat cetakan dan membuat polanya. Material yang digunakan juga dapat terhitung secara rinci.PAN Brother menggunakan IoT untuk memantau proses produksi hingga distribusi mereka. Pemantauan juga dilakukan melalui AR. PAN Brothers menggunakan pemilihan visual atas produk mereka dengan headmounted display (HMD). Hal ini ditujukan untuk meningkatkan keamanan dari rantai nilai produksi mereka.
Adapun, advance robotics dan 3D Forming digunakan untuk membantu produksi melalui proses otomatisasi. Penggunaan teknologi 4.0 ini membuat proses produksi PAN Brothers menjadi lebih cepat dan akurat.Teknologi 4.0 mengurangi waktu handling. Tak perlu disangkal kalau selama ini 80% total produksi berasal dari handling process,Manfaat serupa dirasakan perusahaan petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. General Manager Process Technology PT Chandra Asri Petrochemical Tbk Helmilus Moesa mengatakan, perusahaannya menerapkan teknologi 4.0 seperti digitisasi, otomatisasi, learning machine, dan IoT.Menurut Moesa, penggunaan teknologi 4.0 mampu mendorong proses rantai nilai dan kualitas produk yang berujung pada optimalisasi keuntungan."Untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, profit margin, kualitas, dan keamanan, perusahaan sudah dan akan menerapkan teknologi process control dan digitalisasi," kata Moesa.Produsen cokelat asal Swiss, PT Barry Callebaut, menerapkan teknologi 4.0 dalam menghasilkan bahan baku cokelat yang sebagian besar dipasok untuk Garuda Food. Production Manager PT Barry Callebaut Hardi Iskandar menjelaskan teknologi otomatisasi membuat perusahaannya menghasilkan produk berkualitas secara konsisten.
Otomatisasi dan digitisasi juga membuat pemantauan lebih mudah karena sistem di tiap sektor aktual dan terintegrasi. "Ini sistem data riil yang berguna untuk controlling dan monitoring, sangat memudahkan kami memantau atau untuk melihat apakah proses berjalan konsisten atau tidakSelain itu, perusahaan merasakan dampak efisiensi dengan penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit dalam proses produksi. Salah satu pabrik Barry Callebout yang telah menggunakan teknologi 4.0 di Gresik, Jawa Timur misalnya, hanya memiliki sekitar 50 karyawan. "Kami juga bisa menghemat banyak hal, tidak banyak tenaga manusia yang digunakan karena semua sudah dilakukan mesin," kata Hardi.Penggunaan teknologi 4.0 memang hanya terbatas diimplementasikan perusahaan skala besar, karena memerlukan investasi yang tak sedikit. Perusahaan tekstil dan produk tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) selama lima tahun terakhir menghabiskan US$ 100 juta dalam menerapkan otomatisasi, robotisasi, dan digitisasi di seluruh lini produksi.CEO PT Sri Rejeki Isman Tbk didapatkan dari penerapan teknologi ini tak bisa langsung dirasakan. "Paling tidak kami menghitung (untuk proses) 20 tahun ke depan,"Investasi jangka panjang ini dinilai diperlukan untuk bisa meningkatkan daya saing global. Saat ini, kompetisi global semakin ketat karena di negara lain juga mulai menggunakan teknologi 4.0.



 BAB IIIKESIMPULAN


Hasil studi terhadap aspek dan arah perkembangan riset Industri 4.0. Berdasar hasil studi, ditemukan empat belas aspek yang ada pada Industri 4.0. Penelusuran data publikasi telah dilaksanakan untuk mengetahui arah perkembangan riset Industri 4.0. Ditinjau dari metode penelitian, sebagian besar riset dilakukan melalui metode deskriptif dan konseptual. Ditinjau dari aspeknya, aspek bisnis dan teknologi masih menjadi fokus riset para peneliti. Ditinjau dari bidang industri penerapannya, sebagian besar riset dilakukan di bidang manufaktur. Ditinjau dari jumlahnya, riset terkait Industri 4.0 mengalami tren kenaikan yang signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa posisi riset Industri 4.0 saat ini berada pada tahap pematangan konsep yang bertujuan agar konsep Industri 4.0 dapat diterapkan secara global tidak hanya di negara maju namun juga negara-negara berkembang. Seiring semakin matangnya konsep Industri 4.0 secara global, riset dengan metode terapan dan empiris diprediksi akan semakin berkembang guna menjawab tantangan realisasi teknologi Industri 4.0. Riset dengan aspek kajian bisnis dan teknologi di bidang manufaktur diprediksi akan menjadi fokus arah pengembangan. Hasil prediksi tersebut mendorong para akademisi agar lebih meningkatkan kerjasama dengan industri manufaktur. Pola kerjasama antara dunia akademik dan industri sangat diperlukan untuk mempercepat realisasi Industri 4.0. Tren peningkatan jumlah riset tiap tahunnya menjadi bukti bahwa para akademisi mulai mengarahkan fokus risetnya pada Industri 4.0. Kondisi ini perlu diperhatikan oleh dunia pendidikan terutama di negara-negara berkembang agar segera tanggap terhadap perubahan yang terjadi dan mempersiapkan sumber daya yang dimiliki dalam rangka menghadapi tren Industri 4.0. Di sisi lain, Industri 4.0 diprediksi akan membawa dampak negatif terutama dari sudut pandang sosial dan ekonomi (Bonekamp dan Sure, 2015). Dampak ini rentan terjadi terutama pada negara-negara berkembang yang tingkat kesenjangan sosial dan ekonominya masih relatif tinggi. Ke depannya, riset terkait dampak dari penerapan Industri 4.0 juga perlu ditingkatkan sehingga dampak buruk dari kehadirannya dapat diatasi.





DAFTAR PUSTAKA
https://katadata.co.id/berita/2018/04/06/begini-proses-revolusi-industri-40-diterapkan-perusahaan-skala-besar

PENERAPAN STRATEGI INDUSTRI 4.0 PADA UKM KONVEKSI BAJU

PENERAPAN STRATEGI INDUSTRI 4.0 PADA
UKM KONVEKSI BAJU


KELOMPOK 1



Disusun oleh :
Cipto Tri Wibowo 201610325277
Eka Setianingsih 201610325298
Edo Prasetyo         201610325231
Putri Wahyu Ningsih 201610325112
Riski Amalia         201610325271
Teresia Siagian 201610325338


FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
BEKASI
2018





KATA PENGANTAR


  Alhamdulillah,segala puji hanyalah bagi Allah SWT, Tuhan Pengatur semesta alam,yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya atas perkenaan,rahmat,dan Karunia-Nya makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini di susun atas tingginya rasa tanggung jawab penulis terhadap kewajiban.

  Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kelemahan dan kekurangan baik dari segi penyajian maupun materinya. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan keritik dari semua pihak yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

  Dari lubuk hati yang paling dalam untuk menyampaikan rasa terimakasih khususnya kepada yang terhormat Bapak Don Haidy Abel, ST.,MBA&E selaku pemberi materi,yang telah menjadi bagian dalam penyelesaian proses pembuatan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya..

Bekasi, April 2018
        

Penulis

   Kelompok 1





BAB 1
PENDAHULUAN


1.1.Latar belakang

  Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi pondasi kemajuan dunia yang ditandai hadirnya revolusi industri generasi pertama dengan munculnya tahapan perubahan dari tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Disusul oleh revolusi industri generasi kedua dengan temuan para ilmuwan mengenai pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustion chamber). Penemuan tersebut menyebabkan kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, yang mampu membuat  kemajuan teknologi di dunia semakin maju secara signifikan. Kemudian, revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet. Internet merupakan salah satu hasil revolusi industri yang sampai saat ini masih dimanfaatkan sebagai kunci manusia untuk berselancar di dunia maya.

  Setelah adanya kemunculan dan keberadaan internet yang semakin menggeliat, munculah revolusi industri generasi keempat atau yang lebih dikenal dengan sebutan revolusi industri 4.0. Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Keberadaan revolusi generasi keempat ini menjadi dilema bagi masyarakat Indonesia pada khusunya. Kekuatan ekonomi Indonesia yang sebagian masyarakatnya berada pada usaha kecil menengah, membuat usaha ini mau tidak mau harus bisa menyikapi hadirnya revolusi industri 4.0. 

  Sampai sekarang saja berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terdapat sekitar 57,2 juta usaha kecil-menengah. Seluruh usaha tersebut memberikan kontribusi dalam PDB sekitar 57,9 % dan kontribusi penyerapan tenaga kerja 97,2 %. Sedangkan di kawasan ASEAN, lebih dari 96 % perusahaan di ASEAN adalah UKM dan kontribusi terhadap PDB sebesar 30-50 %. Dengan kenyataan tersebut, UKM di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus dalam menyikapi adanya revolusi industri 4.0. Langkah terdekat yang harus bisa dilakukan oleh UKM seminimal mungkin harus bisa memanfaatkan adanya ponsel pintar dan internet dalam mendukung kinerja usaha yang dijalankan. Pada akhirnya timbulah pertanyaan apakah UKM mampu beradaptasi atau setidaknya bisa bertahan dengan industri 4.0 ini. 

  Lalu bagaimana peran pemerintah dalam memberikan pencerdasan industri generasi ke empat ini ?. Apakah UKM hanya menjadi usaha yang masih dijalankan dengan cara-cara tradisional dengan sangat minimnya penggunaan teknologi dalam sistem kerja usaha?. Hal tersebut menjadi sebuah pertanyaan mengenai eksistensi tumbuh kembangnya UKM di Indonesia sejalan dengan adanya revolusi industri 4.0.
1.2.RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana Penerapan SIM dalam Bisnis Indonesia ?
2.Bagaimana UKM dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 ?
3.Apa Tantangan UKM dalam Revolusi Industri 4.0 ?
4.Bagaimana Peran Pemerintah dalam Menyikapi Revolusi Industri 4.0 ?
5.Apakah UKM Koveksi Baju Sudah Menerapkan Strategi Industri 4.0 ?
6.Bagaimana Kesiapan UKM Konveksi Baju Dalam Menghadapi Revolusi 
   Industri 4.0?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.Mengetahui UKM di Indonesia dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
2.Mengetahui Tantangan yang di Hadapi UKM dalam Industri 4.0
3.Mengetahui Tanggapan Pemerintah dalam Revolusi Industri 4.0
4.Mengetahui UKM Konveksi Baju Dalam Menerapkan Strategi Industri 4.0.
5.Mengetahui Kesiapan UKM Konveksi Baju Dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0.






BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1Industri

  Industri adalah bidang yang menggunakan ketrampilan, dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi, dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan, dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya, dan politik.

Bidang industri dibedakan menjadi dua, yaitu industri barang dan industri jasa.
1.Industri barang
Industri barang merupakan usaha mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Kegiatan industri ini menghasilkan berbagai jenis barang, seperti pakaian, sepatu, mobil, sepeda motor, pupuk, dan obatobatan.

2.Industri jasa
Industri jasa merupakan kegiatan ekonomi yang dengan cara memberikan pelayanan jasa. Contohnya, jasa transportasi seperti angkutan bus, kereta api, penerbangan, dan pelayaran. Perusahaan jasa ada juga yang membantu proses produksi. Contohnya, jasa bank dan pergudangan. Pelayanan jasa ada yang langsung ditujukan kepada para konsumen. Contohnya asuransi, kesehatan, penjahit, pengacara, salon kecantikan, dan tukang cukur.

2.2Revolusi Industri 4.0

  Revolusi Industri – istilah diperkenalkan oleh ahli sejarah terkenal, Arnold Toynbee (1889-1975), adalah satu fenomena yang dianggap lazim dalam masyarakat moden. Sejarah revolusi bermula pada 1800 (1760-1830), Industri 1.0 adalah mengenai kuasa wap untuk digunakan dalam kilang-kilang. Ia bergantung lebih kepada kegunaan air ataupun wap yang berupaya menggerakkan jentera berasaskan kuasa wap untuk kerja-kerja yang tidak terdaya oleh kudrat manusia. Maka terciptalah steam engine yang turut membawa perubahan besar kepada sistem pengangkutan selain jentera-jentera lain yang berupaya pula meningkatkan aktiviti perindustrian.

  Manakala Industri 2.0 pada tahun 1900 (sekitar 1870-1914) pula menggunakan kuasa elektrik. Perkembangan teknologi yang melibatkan kuasa eletrik jelas membawa satu lagi lonjakan status hidup masyarakat melalui pengilangan besar-besaran sepertimana pada hari ini.  Revolusi Industri 3.0 pada tahun 2000 menggunakan komputer‎ dan teknologi maklumat.  Di peringkat akhir revolusi ketiga timbul pula teknologi automasi, yakni satu keupayaan teknologi yang tidak perlu melibatkan manusia secara langsung. Mesin dan jentera boleh bergerak serta bekerja dengan sendiri apabila ia dimuatkan dengan program komputer tertentu bagi melakukan sesuatu aktiviti terancang.

  Pada tahun 2016 bermula Revolusi Industri Keempat (Industri 4.0) adalah kesinambungan versi ketiga dalam peningkatan automasi beserta rangkaian Internet dan proses-proses fizikal lain dan muncul pula satu sistem berbentuk siber-fizikal. Industri 4.0 iaitu tentang penemuan pelbagai teknologi baharu yang antara lain menggunakan automasi, analisis dan big data, simulasi, integrasi sistem, penggunaan robotic, cloud, Internet of Things (IoT), dan perkara yang seumpamanya. Ia melibatkan teknologi automasi memberi cabaran baharu kepada semua sektor di negara ini yang memerlukan mereka melakukan perubahan seiring dengan transformasi digital itu untuk kekal berdaya saing dan merancakkan kemajuan landskap dunia moden.

  Revolusi ini menandakan kemunculan sistem fisikal siber melibatkan keupayaan baharu sepenuhnya bagi manusia, mesin dan kaedah baharu teknologi. Dengan kata lain, teknologi automasi itu dilihat sebagai keupayaan teknologi yang tidak perlu melibatkan manusia secara langsung. Industri 4.0 juga dapat mengatasi masalah kebergantungan terhadap sumber tenaga yang secara signifikan akan mengubah masa depan dunia pekerjaan.
Revolusi Perindustrian Keempat (Industri 4.0) ini berlaku melalui tiga ciri utama iaitu velocity atau kelajuan, breadth and depth atau keluasan dan kedalaman serta systems impact atau impak menyeluruh. Ini menyebabkan dunia pada masa depan akan dipenuhi dengan fenomena-fenomena baru seperti seperti autonomous car, quantum computing dan artificial intelligence.

  Klaus Schwab, menerusi bukunya The Fourth Industrial Revolution menjelaskan Industri 4.0 mengubah cara kita bekerja dan hidup. Perubahan ini dipacu tiga domain teknologi utama iaitu fisikal, digital dan biologikal yang merentasi sembilan tonggak Industri 4.0 yang merangkumi simulasi dan realiti maya, integrasi sistem menegak dan melintang, industri Internet of Things (IoT), keselamatan siber, pengkomputeran awan, pembuatan bahan tambahan, rantaian bekalan, analisis data raya dan robot automasi. untuk setiap gram, toreh dan pokok (GTT) boleh membantu mengenal pasti tindakan diperlukan untuk meningkatkan hasil.

  Istilah "Industry 4.0" berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik. Istilah "Industrie 4.0" diangkat kembali di Hannover Fair tahun 2011. Pada Oktober 2012, Working Group on Industry 4.0 memaparkan rekomendasi pelaksanaan Industri 4.0 kepada pemerintah federal Jerman. Anggota kelompok kerja Industri 4.0 diakui sebagai bapak pendiri dan perintis Industri 4.0.
Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, Internet untuk segala, komputasi awan dan komputasi kognitif.
Industri 4.0 menghasilkan "pabrik cerdas". Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik, menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat. Lewat Internet untuk segala (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan, layanan internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam rantai nilai.
Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak

2.3Usaha Kecil Menengah (UKM)

  UKM  merupakan suatu bentuk usaha kecil masyarakat yang pendiriannya berdasarkan inisiatif seseorang.Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa UKM hanya menguntungka pihak-pihak tertentu saja.Padahal sebenarnya UKM sangat berperan dalam mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia.UKM dapat menyerap banyak tenaga kerja Indonesia yang masih mengganggur.Selain itu UKM telah berkontribusi besar pada pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia.

  UKM juga memanfatkan berbagai Sumber Daya Alam yang berpotensial di suatu daerah yang belum diolah secara komersial.UKM dapat membantu mengolah Sumber Daya Alam yang ada di setiap daerah.Hal ini berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah maupun pendapatan negara Indonesia.  

  Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan sebuah istilah yang mengacu pada usaha berskala kecil yang memiliki kekayaan bersih maksimal sekitar Rp 200.000.000, belum termasuk tanah dan bangunan. UKM merupakan salah satu contoh dari badan usaha perseorangan dimana didirikan dan dimiliki oleh satu orang saja. Menurut Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998, UKM merupakan kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dimana tipe bidang usahanya bersifat heterogen serta perlu dilindungi oleh pemerintah untuk mencegah persaingan yang tidak sehat.

A.Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu Milyar Rupiah)
3. Milik Warga Negara Indonesia
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
5. Berbentuk usaha orang perseorangan , badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Untuk dapat memacu dan meningkatkan penghasilan maka di perlukan strategi ukm waralaba.

B. Klasifikasi UKM
Klasifikasi UKM, Dalam perspektif perkembangannya,UKM diklasifikasikan/dikelompokan menjadi 4 (empat kelompok yaitu, sebagai berikut: 
1.Livelihood Activities
UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contoh: pedagang kaki lima.
2.Micro Enterprise
UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum mempunyai sifat kewirausahaan. Contoh : Usaha gerabah yang bersifat usaha rumahan.
3.Small Dynamic Enterprise
UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. Contoh : Ukiran patung batu di Bali yang di ekspor di beberapa Negara Eropa.
4.Fast Moving Enterprise
UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB). Contoh : Kebab Turkey yang telah menjadi diinvestasi luar negeri seperti Malaysia dan Singapura, serta telah menjadi francise hamper diseluruh Indonesia.






BAB 3
PEMBAHASAN


3.1 Penerapan SIM dalam Bisnis di Indonesia

  Pengembangan SIM memerlukan sejumlah orang yang berketrampilan tinggi dan berpengalaman lama dan memerlukan partisipasi dari para manajer organisasi. SIM yang baik adalah SIM yang mampu menyeimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh artinya SIM akan menghemat biaya, meningkatkan pendapatan serta tak terukur yang muncul dari informasi yang sangat bermanfaat.

  Organisasi harus menyadari apabila mereka cukup realistis dalam keinginan mereka, cermat dalam merancang dan menerapkan SIM agar sesuai keinginan serta wajar dalam menentukan batas biaya dari titik manfaat yang akan diperoleh, maka SIM yang dihasilkan akan memberikan keuntungan dan uang.

  Secara teoritis komputer bukan prasyarat mutlak bagi sebuah SIM, namun dalam praktek SIM yang baik tidak akan ada tanpa bantuan kemampuan pemrosesan komputer.
Prinsip utama perancangan SIM : SIM harus dijalin secara teliti agar mampu melayani tugas utama. Tujuan sistem informasi manajemen adalah memenuhi kebutuhan informasi umum semua manajer dalam perusahaan atau dalam subunit organisasional perusahaan. SIM menyediakan informasi bagi pemakai dalam bentuk laporan dan output dari berbagai simulasi model matematika. 
Peran Sistem Informasi Dalam Bisnis
Sistem informasi mempunyai 3 tugas utama dalam sebuah organisasi, yaitu:
1. Mendukung kegiatan-kegiatan usaha/operasional
2. Mendukung pengambilan keputusan manajemen
3. Mendukung persaingan keuntungan strategis

3.2 UKM Indonesia dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0

  Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan usaha yang memiliki andil besar dalam mempertahankan kondisi perekonomian di Indonesia. Usaha ini merupakan subjek perekonomian yang hampir tidak terpengaruh dengan adanya krisis ekonomi 1998. Usaha ini juga dapat bertahan dalam menghadapi  terpaan badai krisis ekonomi yang mematikan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia kala itu. Sampai saat ini usaha ini menjaga eksistensinya dalam berpartisipasi menjalankan roda perekonomian bangsa. Lalu yang menjadi permasalahan saat ini adalah ketika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang yang semakin pesat. Inovasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi menjadi kabar baik bagi usaha-usaha yang mampu mengaplikasikan hasil inovasi tersebut, namun menjadi dilema ketika usaha-usaha yang masih bertahan dengan minimnya pengetahuan apalagi haryus mengaplikasikan teknologi dalam usahanya. 

  Untuk berbicara menegenai penggunaan teknologi robot yang menggantikan tenaga manusia, di Indonesia dirasa masih sangat sulit untuk merealisasikan. Sebelum beranjak pada teknologi robot, baiknya Indonesia harus melihat lebih dalam lagi mengenai penggunaan teknologi dalam bidang usaha. Sebagai contoh penggunaan internet di UKM yang ada di Indonesia. Seberapa banyakkah penggunakan teknologi internet maupun ponsel pintar untuk berbisnis. Mari kita lihat beberapa contoh hasil survei mengenai penggunaan internet di Indonesia. Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Intenet Indonesia (APJII), data pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 saja,  melaporkan bahwa dari 256,2 juta orang di Indonesia yang menggunakan internet lebih dari setengahnya yaitu 132,7 juta jiwa. Pria masih menjadi pengguna internet paling tinggi meski angkanya tidak signifikan yaitu 51,8 persen sedangkan wanita hanya 48,2 %. Dari 57,9 juta UKM di Indonesia baru 9 persen yang menggunakan internet secara serius untuk menjual produknya, 37 % menggunakan internet tingkat dasar dan 36 % sama sekali belum menyentuh internet. 

  Inilah pokok penting yang harus digiatkan kembali agar Indonesia setidaknya bisa memanfaatkan teknologi internet maupun ponsel pintar untuk berbisnis. Di negara ini pengguna internet dalam kegiatan bisnis pun masih minim walaupun akhir-akhir ini sudah mulai menggeliat seperti munculnya transaportasi online, go-food, dan pemesanan  barang secara online. Kesiapan menghadapi revolusi industri 4.0 di Indonesia bisa dimulai dari langkah-langkah tersebut. 

  Tidak ada salahnya memikirkan robot sebagai pengganti tenaga manusia dalam bekerja, namun kita tidak bisa berdiam diri dengan menunggu robot-robot tersebut masuk dalam kegiatan usaha. UKM dan pemerintah perlu bersinergi di mana nantinya UKM ini dapat mengaplikasikan teknologi yang dikembangkan pemerintah minimal mereka memiliki pengetahuan dan sarana dalam penggunaan internet dan ponsel pintar agar dapat dimanfaatkan masyarakat dalam mengembangkan usahanya.

3.3 Tantangan Revolusi Industri 4.0 bagi UKM

  Posisi UMKM yang begitu strategis dalam perekonomian Indonesia, apabila diinkorporasikan dengan kehadiran Revolusi Industri 4.0., akan memberikan pengaruh yang besar. Meskipun begitu, Revolusi Industri 4.0. perlu diimbangi dengan kemampuan utilisasi teknologi digital yang memadai untuk dapat memberikan manfaat yang maksimal. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat utilisasi teknologi digital adalah networked readiness index yang dikembangkan oleh World Economic Forum.

  Networked readiness index merupakan indikator yang mengukur kemampuan sebuah negara memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kompetitivitas dan kesejahteraan. Indikator ini sangat bergantung pada kemampuan untuk memaksimalkan potensi dan kebermanfaatan teknologi digital. Networked readiness index dihitung berdasarkan berdasarkan beberapa indikator diantarnya kesiapan infrastruktur, akses serta kemampuan sumber daya manusia, serta penggunaan teknologi digital oleh bisnis dan pemerintahan.

  Indonesia, berdasarkan networked readiness index yang dikeluarkan pada tahun 2016, masih berada pada peringkat 73 dari 139 negara. Apabila dilihat secara lebih detail, komposisi penilaian terendah yang berdampak pada networked readiness index Indonesia berada pada tingkat menengah adalah kesiapan infrastruktur dan konten digital yang berada pada posisi ke-105 dari 139 negara.

  Selain tingkat kesiapan infrastruktur, salah satu tantangan lain yang dihadapi Indonesia dalam menerapkan Revolusi Industri 4.0., khususnya dalam UMKM, adalah penyediaan kualitas sumber daya manusia yang dapat menjalankan teknologi digital terkait dengan Revolusi Industri 4.0. Dikarenakan sistem yang lebih canggih, serta nature dari Revolusi Industri 4.0. yang akan mengeliminasi beberapa jenis pekerjaan manusia, diperlukan tingkat edukasi yang lebih tinggi.

3.4 Peran Pemerintah dalam Menyikapi Revolusi Industri 4.0

  Sebenarnya jika UKM mampu memanfaatkan teknologi sebagai penggerak usahanya, langkah menuju Revolusi 4.0 ini akan lebih mudah dan memberikan manfaat bagi kinerja usaha. UKM yang terintegrasi akan dapat mengoptimalkan sistem kerja, sebagai contoh dalam pemesanan produksi maupun distribusi secara online. Akan tetapi bila terhenti dalam penggunaan aplikasi online tanpa partisipasi dari pemerintah, UKM bisa dikatakan berjalan di tempat. Pada faktanya masih sangat minim atau bahkan belum ada UKM di Indonesia yang memanfaatkan superkomputer, robot pintar, dan kendaraan tanpa pengemudi dalam proses produksi. 

  Indonesia masih sebatas dalam tahap pengembangan internet dan aplikasi online dalam mendukung proses kegiaatan usaha. Namun saat ini pemerintah telah berusaha memberikan jawaban untuk menghadapi dan mengimplementasikan hadirnya revolusi industri 4.0 ini. Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di sela acara World Economic Forum on ASEAN 2017 di Phnom Penh, Kamboja telah memaparkan beberapa konsep dan program dalam menyikapi hal tersebut. 

  Pertama. pihaknya akan mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus belajar dan meningkatkan keterampilannya untuk memahami penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi usaha maupun industrinya. 

  Kedua, pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil dan menengah (IKM) sehingga mampu menembus pasar ekspor melalui program e-smart IKM. Program e-smart IKM ini merupakan upaya juga memperluas pasar dalam rantai nilai dunia dan menghadapi era Industri 4.0. 

  Ketiga, pihaknya meminta kepada industri nasional dapat menggunakan teknologi digital seperti otomatisasi industri yang digunakan untuk mengoptimalkan jadwal produksi berdasarkan supplier, pelanggan, ketersediaan mesin, dan kendala biaya. 

  Langkah keempat, yang diperlukan adalah inovasi teknologi melalui pengembangan startup dengan memfasilitasi tempat inkubasi bisnis. Upaya ini telah dilakukan Kementerian Perindustrian dengan mendorong penciptaan wirausaha berbasis teknologi yang dihasilkan dari beberapa technopark yang dibangun di beberapa wilayah di Indonesia. Apabila empat pendayagunaan indistri maupun UKM di Indonesia dapat terlaksana secara merata maka setidaknya Indonesia tidak gagap dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Berbicara mengenai pengembangan teknologi memang tidak boleh lepas dari perhatian pemerintah. Apalagi dengan banyaknya usaha kecil dan menengah yang mendominasi pergerakkan ekonomi di Indonesia, UKM harus mendapatkan prioritas dalam pengembangan teknologi yang di programkan oleh pemerintah.

3.5 Penerapan Industri 4.0 pada UKM Konveksi Baju

  UKM Konveksi Baju berlokasi di luar kawasan, yaitu di daerah Persima Dua, Tambora Jakarta Selatan. Daerah tersebut banyak berdiri ukm yang bergerak pada bidang konveksi baju, penerapan yang sudah dilakukan oleh ukm konveksi baju dalam menghadapi industri 4.0 antara lain.

1.Kontrol Produksi Berbasis E- Business
Dalam mengelola perusahaan terutama kegiatan produksi perusahaan terutama UKM masih melakukanya secara manual mulai dari pemasokan bahan baku dilanjutkan dengan proses produksi baik dengan mesin maupun SDM sampai pada output. Dengan menggunakan E- Business perusahaan tidak perlu lagi melakukan pemesanan secara manual dalam hal ini perusahaan dapat melakukan transaksi pembelian bahan baku ataupun pemesanan secara online sehingga dapat menghemat waktu begitupun dalam pengolahan sampai dengan output perusahaan atau pemilik dapat menerima informasi tersebut secara langsung atau online sebagai contoh industri penyamakan kulit dapat mengontrol proses produksinya yang dilaporkan oleh pengelola secara online dengan begitu pihak pemilik akan lebih mudah mengontrol proses produksi. 

2.Kontrol pemasaran, promosi dan penjualan berbasis E- Business

  Pada poin ini sangatlah jelas bahwa UKM sangat membutuhkan E-business dalam hal memasarkan produknya dikarenakan dengan e-business ini akan lebih mudah memasarkan produknya secara online. Pemilik UKM dengan berbasis Web akan lebih mudah menawarkan produknya sehingga disini khususnya pelanggan luar negeri atau tujuan ekport hanya tinggal membuka informasi secara online dan dengan otomatis mereka pun dapat melakukan order terhadap barang yang diminta secara online. Dalam hal ini Pihak UKM harus dapat mendesain web yang mereka miliki sedemikian mungkin sehingga dapat menarik minat konsumen mereka. Selain itu system pembayaran pun menjadi dasar pengukuran penggunaan E- business disini dengan E business pihak UKM dapat dengan mudah menerima pembayaran secara langsung melaui online intranet dan dapat melakukan pengecekan pembayaran dari klien merek.


3.6 Kesiapan UKM Konveksi Baju Dalam Menghadapi Industri 4.0

  Masih banyak ukm yang belum mengetahui secara detail tentang revolusi industry 4.0 mereka hanya mengetahui sedikit melalu media seperti tv. padahal industry 4.0 ini sudah di mulai pada tahap awal dan diharapkan seluruh ukm di indonesia mampu bersaing di era industy 4.0 yang di ikuti dengan pengetahuan teknologi dan informasi.

  Cara yang dilakukan dalam menghadapi revolusi industry 4.0 yang sudah terjadi di indonesia bagi ukm konveksi baju adalah dengan mengoptimalisasi teknologi digital dalam memasarkan produknya yaitu dengan melalui smartphone ataupun alat digital lainnya dalam melakukan produksi maupun pemasaran produknya. Dan ukm konveksi baju juga memanfaatkan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil dan menengah (IKM) sehingga mampu menembus pasar ekspor melalui program e-smart IKM. Program e-smart IKM ini merupakan upaya juga memperluas pasar dalam rantai nilai dunia dan menghadapi era Industri 4.0. yang biasanya pangsa pasar dari ukm konveksi baju ini adalah di pasar tanah abang, dengan program e-smart ikm ini mampu menenbus pasar ekspor.






BAB 4
PENUTUP


KESIMPULAN

  Hadirnya revolusi industri 4.0 diharapkan bukan menjadi beban bagi pemerintah dan UKM dalam menyiapkan strategi-strategi dalam menghadapinya. Revolusi industri mau tidak mau harus disikapi bersama oleh dua pihak tersebut. Walaupun dalam hal pengembangan teknologi digital di Indonesia masih rendah, bukan menjadi alasan bahwa teknologi tidak bisa diterapkan di UKM. Hal kecil saja, kita masih bisa terus menggali dalam pemanfaatan teknologi internet dan smartphone dalam mengembangkan usaha tersebut. Masih banyak yang bisa digali dari teknologi tersebut. Akan tetapi memang tidak dapat dipungkiri masih banyak pekerjaan rumah dan evaluasi lebih lanjut dalam pengembangan teknologi untuk dapat diimplementasikan pada jaringan kerja usaha atau UKM. 

SARAN

  Saran yang dapat diberikan untuk dapat mengoptimalkan teknologi digital dalam rangka menerapkan Revolusi Industri 4.0. pada UMKM di Indonesia adalah dengan Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia, yang dapat dilakukan dengan penggiatan bentuk pendidikan vokasional yang dapat memproduksi tenaga kerja dengan kemampuan teknikal untuk menjalankan teknologi digital yang sesuai dengan konsep Revolusi Industri 4.0.




DAFTAR PUSTAKA


https://id.wikipedia.org/wiki/Industri
http://www.sumberpengertian.co/pengertian-ukm
https://id.wikipedia.org/wiki/Industri_4.0
https://lizanda.wordpress.com/2008/05/10/13/
https://riyankurniawan17.wordpress.com/2012/05/23/pengertian-ukm-penjelasannya-2/
http://www.fmeindonesia.org/apakah-usaha-kecil-menengah-ukm-siap-untuk-menghadapi-revolusi-industri-4-0/
http://www.fmeindonesia.org/optimalisasi-teknologi-digital-dalam-rangka-menerapkan-revolusi-industri-4-0-bagi-usaha-kecil-menengah-ukm-di-indonesia/

ANALISIS TOKO ONLINE “ JD.ID ”

ANALISIS TOKO ONLINE “ JD.ID ” Dosen Pengampu : Don Haidy Abel,ST,MBA&E, LMP-NLP ...