HOME

Rabu, 16 Mei 2018

“PENERAPAN INDUSTRI 4.0 PADA UKM”

TUGAS MAKALAH SIM“PENERAPAN INDUSTRI 4.0 PADA UKM”




NAMA KELOMPOK :
- Christiani
- Deby Putri
- Dian Tri Lestari
- Hanila Sulham
- Harizatul Milati Sulu
- Muhammad Nasirudin



 
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYATAHUN 2018




BAB 1PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Revolusi industri merupakan proses perubahan secara besar-besaran pada aspek-aspek seperti teknologi, manufaktur, transportasi, dan mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap kondisi sosial maupun ekonomi. Hingga saat ini, dunia sudah mengalami tiga kali revolusi industri, Davis (World Economic Forum, 2016) mengatakan bahwa revolusi industri yang pertama terjadi pada tahun 1784 dimana terjadi pergeseran dari ketergantungan manusia terhadap binatang dan biomassa sebagai  sumber energi utama, menjadi penggunaan bahan bakar fosil untuk tenaga mesin mekanis. Diantara akhir abad ke-19 dan dua dekade pertama pada abad ke-20, dengan meluasnya distribusi listrik, komunikasi, sehingga terciptanya division of labour, produksi massal, dan revolusi industri kedua. Pada tahun 1950-an, revolusi industri ketiga terjadi dengan adanya pengembangan pada sistem digital, teknologi informasi, sehingga memungkinkan muncul cara-cara baru untuk menghasilkan output, memproses input, dan berbagi informasi.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini bukan lagi menjadi kelanjutan untuk revolusi industri ketiga, melainkan menjadi gerbang untuk datangnya revolusi industri keempat atau industri 4.0. Davis (World Economic Forum, 2016) mengartikan industri 4.0 ini sebagai cyber-physical systems yang berarti teknologi bukan lagi menjadi ‘alat’ melainkan tertanam pada kehidupan masyarakat. Artificial Intelligence, nanotechnology, biotechnology, autonomus vehicles, dan 3D printing merupakan contoh semakin luasnya perkembangan teknologi saat ini. Kecepatan, jangkauan/cakupan, dan dampak merupakan tiga alasan dari Schwab (World Economic Forum, 2016) yang menjelaskan bahwa transformasi teknologi saat ini bukan perpanjangan dari revolusi industri ketiga, melainkan kedatangan revolusi industri keempat. Dibandingkan dengan revolusi industri terdahulu yang berubah secara linier, industri 4.0 berubah secara eksponensial sehingga dapat mengganti sistem produk, manajemen, bahkan kepemerintahan secara dalam.
Memasuki Industri 4.0 ini akan banyak manfaat yang bisa didapat dengan kemajuan teknologi yang semakin membantu tidak hanya dalam hal input-output, melainkan keseharian manusia. Contoh dalam skala yang kecil, pemesanan taksi, pembelian tiket baik kereta maupun pesawat, e-commerce, membeli suatu produk, dan melakukan pembayaran, semua itu bisa dilakukan dengan satu alat; smartphone. Dibandingkan dengan beberapa tahun kebelakang, ketika ingin naik taksi harus menunggu dipinggir jalan menunggu taksi lewat, antri panjang saat membeli tiket kereta ataupun pesawat, membayar tagihan listrik, internet, air, dan lain sebagainya harus datang pada kantor masing-masing, namun sekarang semua itu bisa dilakukan dengan mudah, dari jarak jauh, Dibalik kemudahan yang datang dan ditawarkan dari adanya industri 4.0, pasti juga ada tantangan dan hambatan yang harus dihadapi sehingga industri 4.0 dapat terdistribusi secara merata, dapat dinikmati oleh semua kalangan, dan tidak ada yang dirugikan.
Perkembangan teknologi finansial, efesiensi dan produktifias jangka panjang bagi manufaktur, merupakan beberapa manfaat yang akan timbul dari datangnya revolusi industri keempat ini. Selain manfaat, tentunya juga akan datang beberapa tantangan yang akan dihadapi masyarakat terkait dengan ini, sebagai contoh adalah disparitas yang timbul pada pasar tenaga kerja akibat dari perusahaan-perusahaan yang menjadi capital intensive, lebih mengedepankan modal mesin dan perkembangan teknologi daripada tenaga kerja. Perubahan pada kebiasan-kebiasan konsumen juga akan menuntut perusahaan untuk membenahi sistem nya agar sesuai dengan perubahaan konsumen yang timbul akibat revolusi industri ini.
Kauffman (2015) beranggapan bahwa, finansial teknologi telah berkembang dalam beberapa tahun ini, seperti berkembangnya layanan pembayaran, smartphone yang menjadi basis untuk melakukan pembayaran apapun dan juga muncul nya beberapa produk bisnis yang berbasis smartphone seperti apps, google-pay credit dan tentunya masih banyak lagi. Kauffman (2015) juga menambahkan bahwa kapabilitas uang sekarang semakin luas sejak munculnya BitCoin dan block-chain technology. Don dan Alex Tapscott dalam bukunya berjudul Block-chain Revolution (2016) mendefinisikan block-chain technology sebagai sebuah buku besar digital berisi transaksi-transaksi ekonomi yang tidak dapat rusak dan dapat di program tidak hanya untuk mencatat transaksi finansial namun hampir apapun yang mempunyai nilai dapat dicatat secara virtual. Tentunya untuk memahami teknologi ini tidak mudah dan tidak akan cukup jika dibahas pada artikel ini, sebagai contoh gampangnya dari block-chain technology adalah distributed database seperti Google Docs. Lalu dengan berkembangan teknologi yang semakin hebat saat ini, akan sampai mana smartphone dapat mendukung dan membuat kegiatan finansial menjadi lebih hebat lagi?
Schwab (World Economic Forum, 2016) mengungkapkan bahwa di masa depan inovasi dari teknologi akan memberikan keuntungan dari sisi penawaran, berupa keuntungan jangka panjang dalam efisiensi dan produktivitas. Biaya transportasi dan komunikasi akan turun, logistik dan rantai pasokan global akan menjadi lebih efektif, dan biaya perdagangan akan berkurang, yang secara keseluruhan akan membuka pasar baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Revolusi industri keempat tidak terlepas dari adanya tranformasi teknologi yang semakin berkembang pesat yang menjadikan teknologi tertanam dalam kehidupan masyarakat. (Davis, 2016) Seiring berjalannya waktu teknologi yang terus berubah akan mendorong semakin besarnya tekanan akan persaingan tenaga kerja yang memperburuk ketidaksetaraan, karena pendapatan pekerja berkurang (Basu, 2016)) Revolusi industri keempat dapat menghasilkan ketidaksetaraan yang lebih besar, terutama yang berpotensi mengganggu pasar tenaga kerja. Perubahan dari labor-intensive menjadi otomasi dapat memperburuk kesenjangan antara pengembalian modal dan upah tenaga kerja. (Brynjolfsson dan McAfee, 2016) Hal inilah yang menyebabkan upah tenaga kerja diposisi yang sama bahkan terus menurun akibat transformasi teknologi (Schwab, 2016) Lalu, yang terakhir adalah bagaimana konsumen di era modern tidak lagi hanya menginginkan produk berupa barang, tetapi juga menuntut adanya layanan jasa yang akan membuat tatanan hidupnya jauh lebih mudah dan lebih menguntungkan (Soca, 2017).
Dengan begitu banyaknya manfaat dan tantangan yang timbul akibat muncul nya revolusi industri ini tentunya akan menjadi sebuah kewajiban bagi pemerintah untuk menggunakan momentum ini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kinerja nya dan kesejahteraan masyarakat. Schwab (World Economic Forum, 2016) menganggap bahwa sistem kebijakan dan pengambilan keputusan saat ini masih bersifat top down approach, yaitu ketika para pengambil keputusan mempelajari isu spesifik dan mengembangkan respon yang diperlukan atau kerangka peraturan yang tepat. Tapi pendekatan seperti itu tidak lagi layak dilakukan. Dengan perubahan kecepatan Revolusi Industri, legislator dan regulator dituntut untuk dapat mengatasi perubahan yang tidak pernah terjadi pada revolusi sebelumnya.
Untuk mengakhiri, pesat nya perkembangan teknologi saat ini bukanlah mejadi kelanjutan dari revolusi industri ketiga melainkan menjadi satu jalan untuk datang nya revolusi industri keempat, karena berbeda dengan perkembangan industri terdahulu yang cenderung linear, kali ini perkembangan nya adalah eksponensial dan sangat luas dimana cyber-physical system menjadi pusat dalam revolusi industri kali ini, berintergrasi nya manusia dengan teknologi sehingga menimbulkan kapabilitas yang benar-benar baru dan luas bagi manusia.
Manfaat dan tantangan tentunya akan muncul seiring berkembangnya revolusi industri ke empat ini. Seperti semakin luasnya perkembangan finansial teknologi, dan juga manufaktur dalam hal produktifitas dan efisiensi. Lalu, disparitas tenaga kerja akan muncul sebagai tantangan untuk revolusi industri ini dimana banyak perusahaan yang akan mengedepankan modal mesin (capital intensive) daripada modal tenaga kerja.
Revolusi Industri keempat merupakan tantangan terbesar yang harus dihadapi saat ini karena tidak hanya mempengaruhi pasar tenaga kerja ataupun perilaku produsen dan konsumen saja tetapi secara keseluruhan mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi. (Soca, 2017) Untuk mengatasinya seluruh masyrakat harus berkembang secara komprehensif dan melihat dari berbagai sisi bagaimana teknologi dapat mempengaruhi kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya serta lingkungan hidup sehingga dapat membentuk tatanan hidup yang baru dan pemerintah harus berpikir secara sistematis dan strategis akan adanya transformasi teknologi (Schawb, 2016).

1.2   Manfaat Industri 4.0

a.     Optimasi
Mengoptimalkan produksi adalah keuntungan utama untuk Industri 4.0. Pabrik Cerdas yang berisi ratusan atau bahkan ribuan Perangkat Cerdas yang dapat mengoptimalkan produksi sendiri akan mengarah ke waktu produksi yang hampir nol. Ini sangat penting bagi industri yang menggunakan peralatan manufaktur mahal seperti industri semi konduktor. Mampu memanfaatkan produksi secara konstan dan konsisten akan menguntungkan perusahaan.

b.    Penyesuaian
Menciptakan pasar fleksibel yang berorientasi pada pelanggan akan membantu kebutuhan masyarakat dengan cepat dan lancar. Ini juga akan melebur batas antara pabrikan dan pelanggan. Komunikasi akan berlangsung antara keduanya secara langsung. Ini mempercepat proses produksi dan pengiriman, secara tepat dan efisien.

c.     Mendorong Penelitian
Penerapan teknologi Industri 4.0 akan mendorong berbagai bidang seperti TI dan akan meningkatkan pendidikan pada khususnya. Industri baru akan membutuhkan seperangkat keterampilan baru. Konsekuensinya, pendidikan dan pelatihan akan mengambil bentuk baru yang menyediakan industri semacam itu akan tenaga kerja yang dibutuhkan.

1.3 Peluang Industri 4.0
Tujuan utama dari industri 4.0 ini adalah kestabilan distribusi barang dan kebutuhan. Industri 4.0 memungkinkan pendataan kebutuhan masyarakat secara real time, dan mengirim data tersebut ke produsen. Sehingga, para produsen dapat memproduksi dengan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan. Tentunya secara ekonomi, hal ini dapat menjaga kestabilan harga. Secara bisnis, hal ini dapat memperluas pasar.
Pelacakan produk dan transparansi akan semakin mengarah ke layanan baru. Hal ini dimungkinkan karena mekanisme Industri 4.0 mengintegrasikan produsen dengan jalur pasokan tanpa batas geografis.
Berikut beberapa contoh peluang yang dimungkinkan dari industri 4.0 :
·         Memberikan informasi real-time tentang arus barang dari titik asal ke konsumen
·         Perincian peristiwa: komposisi fisik, manufaktur, dan nomor seri
·         Transparansi tentang faktor seperti asal produk
·         Peningkatan visibilitas proses pengiriman dan status ketersediaan
·         Tautan ke struktur proses bisnis back-end (menggunakan ERP, EMS, CRM, dan sebagainya.)
·         Informasi real-time dan analisis prediktif akan meningkatkan perencanaan dan alokasi ke tingkat berikutnya
·         Integrasi horizontal akan menurunkan biaya untuk menangani jaringan rantai pasokan yang kompleks
·         Integrasi saluran yang mulus akan bergantung pada pengiriman last-mile yang nyaman dan hemat biaya
·         Transparansi pada kualitas dan asal akan membantu perusahaan untuk membedakan di pasar dan memenuhi permintaan konsumen.

1.4 Prinsip Rancangan Industri 4.0
Prinsip-prinsip desain memungkinkan produsen untuk menyelidiki transformasi potensial untuk teknologi Industri 4.0.
a.     Interoperabilitas
Objek, mesin, dan orang-orang harus dapat berkomunikasi melalui Internet of Things dan Internet of People. Ini adalah prinsip paling esensial yang benar-benar membuat pabrik menjadi pandai.

b.    Virtualisasi
CPS (Cyber-Physical Systems) harus dapat mensimulasikan dan membuat salinan virtual dunia nyata. CPS juga harus dapat memantau objek yang ada di lingkungan sekitarnya. Sederhananya, harus ada salinan virtual untuk semua hal.

c.     Desentralisasi
Kemampuan CPS untuk bekerja secara mandiri. Ini memberi ruang untuk produk yang disesuaikan dan penyelesaian masalah. Ini juga menciptakan lingkungan yang lebih fleksibel untuk produksi. Dalam kasus kegagalan atau memiliki tujuan yang bertentangan, masalah ini didelegasikan ke tingkat yang lebih tinggi. Namun, bahkan dengan teknologi tersebut diimplementasikan, kebutuhan untuk jaminan kualitas tetap menjadi kebutuhan di seluruh proses.

d.    Kemampuan Real-Time
Pabrik yang cerdas harus mampu mengumpulkan data secara real-time, menyimpan atau menganalisisnya, dan membuat keputusan sesuai dengan temuan baru. Ini tidak hanya terbatas pada riset pasar tetapi juga proses internal seperti kegagalan mesin di lini produksi. Objek pintar harus dapat mengidentifikasi cacat dan mendelegasikan tugas ke mesin operasi lainnya. Ini juga sangat berkontribusi pada fleksibilitas dan optimalisasi produksi.

e.     Orientasi Layanan
Produksi harus berorientasi pada pelanggan. Orang dan objek / perangkat pintar harus dapat terhubung secara efisien melalui Internet untuk membuat produk berdasarkan spesifikasi pelanggan.

f.      Modularitas
Di pasar yang dinamis, kemampuan Smart Factory untuk beradaptasi dengan pasar baru sangat penting. Dalam kasus yang khas, mungkin diperlukan waktu seminggu bagi perusahaan rata-rata untuk mempelajari pasar dan mengubah produksinya. Di sisi lain, pabrik pintar harus dapat beradaptasi dengan cepat dan lancar terhadap perubahan musiman dan tren pasar.

1.5 Rumusan Masalah
1.   Bagaimana UKM dalam menghadapi revolusi industri 4.0?
2.   Apa peran pemerintah dalam menyikapi revolusi industri 4.0?
3.   Apa tantangan revolusi Industri 4.0 dalam UKM?
4.   Apakah UKM (FHI laundry & dry cleaning) sudah mulai menerapkan industri 4.0?
5.   Bagaimana UKM (FHI laundry & dry cleaning) dalam mempersiapkan industri 4.0?








 
BAB 2PEMBAHASAN


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjadi pondasi kemajuan dunia yang ditandai hadirnya revolusi industri generasi pertama dengan munculnya tahapan perubahan dari tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Disusul oleh revolusi industri generasi kedua dengan temuan para ilmuwan mengenai pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustion chamber). Penemuan tersebut menyebabkan kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, yang mampu membuat  kemajuan teknologi di dunia semakin maju secara signifikan. Kemudian, revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet. Internet merupakan salah satu hasil revolusi industri yang sampai saat ini masih dimanfaatkan sebagai kunci manusia untuk berselancar di dunia maya. Setelah adanya kemunculan dan keberadaan internet yang semakin menggeliat, munculah revolusi industri generasi keempat atau yang lebih dikenal dengan sebutan revolusi industri 4.0. Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Keberadaan revolusi generasi keempat ini menjadi dilema bagi masyarakat Indonesia pada khusunya. Kekuatan ekonomi Indonesia yang sebagian masyarakatnya berada pada usaha kecil menengah, membuat usaha ini mau tidak mau harus bisa menyikapi hadirnya revolusi industri 4.0. Sampai sekarang saja berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terdapat sekitar 57,2 juta usaha kecil-menengah. Seluruh usaha tersebut memberikan kontribusi dalam PDB sekitar 57,9 % dan kontribusi penyerapan tenaga kerja 97,2 %. Sedangkan di kawasan ASEAN, lebih dari 96 % perusahaan di ASEAN adalah UKM dan kontribusi terhadap PDB sebesar 30-50 %. Dengan kenyataan tersebut, UKM di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus dalam menyikapi adanya revolusi industri 4.0. Langkah terdekat yang harus bisa dilakukan oleh UKM seminimal mungkin harus bisa memanfaatkan adanya ponsel pintar dan internet dalam mendukung kinerja usaha yang dijalankan. Pada akhirnya timbulah pertanyaan apakah UKM mampu beradaptasi atau setidaknya bisa bertahan dengan industri-industri lainnya yang telah menerapkan hasil daripada teknologi revolusi industri 4.0 ini. Lalu bagaimana peran pemerintah dalam memberikan pencerdasan atau fasilitas berbasis kemajuan teknologi bagi UKM dalam menghadapi revolusi industri generasi ke empat ini ?. Apakah UKM hanya menjadi usaha yang masih dijalankan dengan cara-cara tradisional dengan sangat minimnya penggunaan teknologi dalam sistem kerja usaha?. Hal tersebut menjadi sebuah pertanyaan mengenai eksistensi tumbuh kembangnya UKM di Indonesia sejalan dengan adanya revolusi industri 4.0.

2.1 UKM dalam menghadapi revolusi industri 4.0
Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan usaha yang memiliki andil besar dalam mempertahankan kondisi perekonomian di Indonesia. Usaha ini merupakan subjek perekonomian yang hampir tidak terpengaruh dengan adanya krisis ekonomi 1998. Usaha ini juga dapat bertahan dalam menghadapi  terpaan badai krisis ekonomi yang mematikan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia kala itu. Sampai saat ini usaha ini menjaga eksistensinya dalam berpartisipasi menjalankan roda perekonomian bangsa. Lalu yang menjadi permasalahan saat ini adalah ketika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang yang semakin pesat. Inovasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi menjadi kabar baik bagi usaha-usaha yang mampu mengaplikasikan hasil inovasi tersebut, namun menjadi dilema ketika usaha-usaha yang masih bertahan dengan minimnya pengetahuan apalagi haryus mengaplikasikan teknologi dalam usahanya. Untuk berbicara menegenai penggunaan teknologi robot yang menggantikan tenaga manusia, di Indonesia dirasa masih sangat sulit untuk merealisasikan. Sebelum beranjak pada teknologi robot, baiknya Indonesia harus melihat lebih dalam lagi mengenai penggunaan teknologi dalam bidang usaha.
Sebagai contoh penggunaan internet di UKM yang ada di Indonesia. Seberapa banyakkah penggunakan teknologi internet maupun ponsel pintar untuk berbisnis.  Mari kita lihat beberapa contoh hasil survei mengenai penggunaan internet di Indonesia. Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Intenet Indonesia (APJII), data pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 saja,  melaporkan bahwa dari 256,2 juta orang di Indonesia yang menggunakan internet lebih dari setengahnya yaitu 132,7 juta jiwa. Pria masih menjadi pengguna internet paling tinggi meski angkanya tidak signifikan yaitu 51,8 persen sedangkan wanita hanya 48,2 %. Dari 57,9 juta UKM di Indonesia baru 9 persen yang menggunakan internet secara serius untuk menjual produknya, 37 % menggunakan internet tingkat dasar dan 36 % sama sekali belum menyentuh internet. Inilah pokok penting yang harus digiatkan kembali agar Indonesia setidaknya bisa memanfaatkan teknologi internet maupun ponsel pintar untuk berbisnis.
Di negara ini pengguna internet dalam kegiatan bisnis pun masih minim walaupun akhir-akhir ini sudah mulai menggeliat seperti munculnya transaportasi online, go-food, dan pemesanan  barang secara online. Kesiapan menghadapi revolusi industri 4.0 di Indonesia bisa dimulai dari langkah-langkah tersebut. Tidak ada salahnya memikirkan robot sebagai pengganti tenaga manusia dalam bekerja, namun kita tidak bisa berdiam diri dengan menunggu robot-robot tersebut masuk dalam kegiatan usaha. UKM dan pemerintah perlu bersinergi di mana nantinya UKM ini dapat mengaplikasikan teknologi yang dikembangkan pemerintah minimal mereka memiliki pengetahuan dan sarana dalam penggunaan internet dan ponsel pintar agar dapat dimanfaatkan masyarakat dalam mengembangkan usahanya.

2.2 Peran Pemerintah dalam Menyikapi Revolusi Industri 4.0
Sebenarnya jika UKM mampu memanfaatkn teknologi sebagai penggerak usahanya, langkah menuju Revolusi 4.0 ini akan lebih mudah dan memberikan manfaat bagi kinerja usaha. UKM yang terintegrasi akan dapat mengoptimalkan sistem kerja, sebagai contoh dalam pemesanan produksi maupun distribusi secara online. Akan tetapi bila terhenti dalam penggunaan aplikasi online tanpa partisipasi dari pemerintah, UKM bisa dikatakan berjalan di tempat. Pada faktanya masih sangat minim atau bahkan belum ada UKM di Indonesia yang memanfaatkan superkomputer, robot pintar, dan kendaraan tanpa pengemudi dalam proses produksi. Indonesia masih sebatas dalam tahap pengembangan internet dan aplikasi online dalam mendukung proses kegiaatan usaha. Namun saat ini pemerintah telah berusaha memberikan jawaban untuk menghadapi dan mengimplementasikan hadirnya revolusi industri 4.0 ini. Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di sela acara World Economic Forum on ASEAN 2017 di Phnom Penh, Kamboja telah memaparkan beberapa konsep dan program dalam menyikapi hal tersebut.
Pertama, pihaknya akan mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus belajar dan meningkatkan keterampilannya untuk memahami penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi usaha maupun industrinya. Kedua, pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil dan menengah (IKM) sehingga mampu menembus pasar ekspor melalui program e-smart IKM. Program e-smart IKM ini merupakan upaya juga memperluas pasar dalam rantai nilai dunia dan menghadapi era Industri 4.0. Ketiga, pihaknya meminta kepada industri nasional dapat menggunakan teknologi digital seperti otomatisasi industri yang digunakan untuk mengoptimalkan jadwal produksi berdasarkan supplier, pelanggan, ketersediaan mesin, dan kendala biaya. Langkah keempat, yang diperlukan adalah inovasi teknologi melalui pengembangan startup dengan memfasilitasi tempat inkubasi bisnis. Upaya ini telah dilakukan Kementerian Perindustrian dengan mendorong penciptaan wirausaha berbasis teknologi yang dihasilkan dari beberapa technopark yang dibangun di beberapa wilayah di Indonesia.
Apabila keempat pendayagunaan industri maupun UKM di Indonesia dapat terlaksana secara merata maka setidaknya Indonesia tidak gagap dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Berbicara mengenai pengembangan teknologi memang tidak boleh lepas dari perhatian pemerintah. Apalagi dengan banyaknya usaha kecil dan menengah yang mendominasi pergerakkan ekonomi di Indonesia, UKM harus mendapatkan prioritas dalam pengembangan teknologi yang di programkan oleh pemerintah.

2.3 Tantangan Revolusi Industri 4.0 dalam UKM
Posisi UMKM yang begitu strategis dalam perekonomian Indonesia, apabila diinkorporasikan dengan kehadiran Revolusi Industri 4.0., akan memberikan pengaruh yang besar. Meskipun begitu, Revolusi Industri 4.0. perlu diimbangi dengan kemampuan utilisasi teknologi digital yang memadai untuk dapat memberikan manfaat yang maksimal. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat utilisasi teknologi digital adalah networked readiness index yang dikembangkan oleh World Economic Forum.
Networked readiness index merupakan indikator yang mengukur kemampuan sebuah negara memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan kompetitivitas dan kesejahteraan. Indikator ini sangat bergantung pada kemampuan untuk memaksimalkan potensi dan kebermanfaatan teknologi digital. Networked readiness index dihitung berdasarkan berdasarkan beberapa indikator diantarnya kesiapan infrastruktur, akses serta kemampuan sumber daya manusia, serta penggunaan teknologi digital oleh bisnis dan pemerintahan.
Indonesia, berdasarkan networked readiness index yang dikeluarkan pada tahun 2016, masih berada pada peringkat 73 dari 139 negara. Apabila dilihat secara lebih detail, komposisi penilaian terendah yang berdampak pada networked readiness index Indonesia berada pada tingkat menengah adalah kesiapan infrastruktur dan konten digital yang berada pada posisi ke-105 dari 139 negara.
Selain tingkat kesiapan infrastruktur, salah satu tantangan lain yang dihadapi Indonesia dalam menerapkan Revolusi Industri 4.0., khususnya dalam UMKM, adalah penyediaan kualitas sumber daya manusia yang dapat menjalankan teknologi digital terkait dengan Revolusi Industri 4.0. Dikarenakan sistem yang lebih canggih, serta nature dari Revolusi Industri 4.0. yang akan mengeliminasi beberapa jenis pekerjaan manusia, diperlukan tingkat edukasi yang lebih tinggi.

2.4 UKM (FHI laundry & dry cleaning) sudah mulai menerapkan industri 4.0
Untuk saat ini UKM FHI Laundry & Dry Cleaning yang berdiri sejak tahun 2015 belum dapat menerapkan sistem industri 4.0, karena keterbatasannya modal. Namun, UKM FHI Laundry & Dry Cleaning ini sudah terdaftar pada akun Google dan dapat dilihat di Google Maps.

2.5 UKM (FHI Laundry & Dry Cleaning) dalam Mempersiapkan Industri 4.0
Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan usaha yang memiliki andil besar dalam mempertahankan kondisi perekonomian di Indonesia. Usaha ini merupakan subjek perekonomian yang hampir tidak terpengaruh dengan adanya krisis ekonomi 1998. Usaha ini juga dapat bertahan dalam menghadapi  terpaan badai krisis ekonomi yang mematikan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia kala itu. Sampai saat ini usaha ini menjaga eksistensinya dalam berpartisipasi menjalankan roda perekonomian bangsa. Lalu yang menjadi permasalahan saat ini adalah ketika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang yang semakin pesat. Inovasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi menjadi kabar baik bagi usaha-usaha yang mampu mengaplikasikan hasil inovasi tersebut, namun menjadi dilema ketika usaha-usaha yang masih bertahan dengan minimnya pengetahuan apalagi harus mengaplikasikan teknologi dalam usahanya. Untuk berbicara menegenai penggunaan teknologi robot yang menggantikan tenaga manusia, di Indonesia dirasa masih sangat sulit untuk merealisasikan. Sebelum beranjak pada teknologi robot, baiknya Indonesia harus melihat lebih dalam lagi mengenai penggunaan teknologi dalam bidang usaha.
Untuk memasuki era industri 4.0 tentunya banyak hal yang harus dipersiapkan, salah satu carannya dengan mempersiapkan tenaga kerja yang terampil secara digital melalui pelatihan vokasi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Karena pemerintah perlu menjabarkan secara kompleks mengenai pola relasi pengusaha dengan pekerja yang secara alamiah mengalami perubahan. Apalagi industri 4.0 dikenal dengan revolusi industri yang akan menghilangkan lapangan pekerjaan konvensional dalam jumlah masif.




BAB 3PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
Hadirnya revolusi industri 4.0 diharapkan bukan menjadi beban bagi pemerintah dan UKM dalam menyiapkan strategi-strategi dalam menghadapinya. Revolusi industri mau tidak mau harus disikapi bersama oleh dua pihak tersebut. Walaupun dalam hal pengembangan teknologi digital di Indonesia masih rendah, bukan menjadi alasan bahwa teknologi tidak bisa diterapkan di UKM. Hal kecil saja, kita masih bisa terus menggali dalam pemanfaatan teknologi internet dan smartphone dalam mengembangkan usaha tersebut. Masih banyak yang bisa digali dari teknologi tersebut. Bahkan akhir-akhir ini go-food, ojek online, dan pemesanan barang secara online sudah berkembang pesat di Indonesia walaupun masih banyak permasalahan hukum yang menjadi evaluasi bersama. Bisa kita lihat bersama bahwa contoh tersebut merupakan hal kecil yang harus dikembangkan sebagai pondasi Indonesia dalam menghadapi dan menyikapi adanya revolusi industri 4.0 ini. Akan tetapi memang tidak dapat dipungkiri masih banyak pekerjaan rumah dan evaluasi lebih lanjut dalam pengembangan teknologi untuk dapat diimplementasikan pada jaringan kerja usaha atau UKM. Penjelasan tersebut setidaknya bisa menjawab pertanyaan mengenai siap tidaknya UKM di Indonesia dalam menghadapi revolusi industri keempat ini.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, terdapat beberapa rekomendasi yang dapat diberikan untuk dapat mengoptimalkan teknologi digital dalam rangka menerapkan Revolusi Industri 4.0. pada UMKM di Indonesia, yaitu:
1.     Peningkatan Infrastruktur, yang dapat dilakukan dengan peningkatan sistem keamanan jaringan sekaligus peningkatan bandwith internet yang lebih cepat secara lebih merata
2.     Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia, yang dapat dilakukan dengan penggiatan bentuk pendidikan vokasional yang dapat memproduksi tenaga kerja dengan kemampuan teknikal untuk menjalankan teknologi digital yang sesuai dengan konsep Revolusi Industri 4.0







DAFTAR PUSTAKA







https://www.googleweblight.com/?lite_url=https://psmk.kemendikbud.go.id/k    onten/1633/mengenal-revolusi-industri-4.0








Republik Indonesia. 2008. Undang – Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, Menengah. Sekretariat Negara. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS TOKO ONLINE “ JD.ID ”

ANALISIS TOKO ONLINE “ JD.ID ” Dosen Pengampu : Don Haidy Abel,ST,MBA&E, LMP-NLP ...