MAKALAH KELOMPOK 3MATA KULIAH SISTEM INFORMASI MANAJEMENDOSEN : Don Haidy Abel, ST., MBA&E
PENERAPAN SIM DALAM BISINIS DI INDONESIA SECARA UMUM DI INDUSTRI MANUFAKTURDI SUSUN OLEH KELOMPOK 3 :
NAMA NPM
Candra Wijaya (201610325204)
Dwiky Rezkianto (201610325313)
Enggar Achmad Prasetyo (201610325316)
Ilham Fauji Bahrul Salam (201610325315)
Kristina Eka S.R (201610325035)
Nadia Agustina (201610325190)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BHAYANGKARA
JAKARTA RAYA
TAHUN 2016/2017
BEKASI
BAB IPENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi
industri ke empat. European Parliamentary Research Service dalam Davies (2015)
menyampaikan bahwa revolusi industri terjadi empat kali. Revolusi industri
pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 di mana penemuan mesin uap dan
mekanisasi mulai menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi yang kedua terjadi
pada akhir abad ke-19 di mana mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik
digunakan untuk kegiatan produksi secara masal. Penggunaan teknologi komputer
untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970 menjadi tanda revolusi industri
ketiga. Saat ini, perkembangan yang pesat dari teknologi sensor, interkoneksi,
dan analisis data memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh teknologi
tersebut ke dalam berbagai bidang industri. Gagasan inilah yang diprediksi akan
menjadi revolusi industri yang berikutnya. Angka empat pada istilah Industri
4.0 merujuk pada revolusi yang ke empat.
B.
Maksud
dan Tujuan Penulisan
Dalam era Globalisasi
perkembangan teknologi tentunya sangat di harapkan di berbagai dunia dalam
mendukung kegiatan perekonomian dan perkembangan negara negara mempermudah
serta mempercepat dalam memproduksi dan menghemat anggaran dalam pengelolaan
sumber daya yang ada , indonesia saat ini tengah di tantang untuk memasuki era
industri ke-4 dimana indonesia sendiri hanya beberapa yang telah sanggup
memenuhi kriteria dalam penerapan industri ke 4 ini , Tentu dengan masuknya
industri 4.0 ini akan berdampak pada industrial yang ada di indonesia baik
bisnis Industri manufaktur ataupun UKM,Tujuan penulisan ini untuk mengetahui
persentase industri di indonesia yang telah mengimplementasikan Industri 4.0
dan beberapa metode dalam penerapan di industri menuju 4.0
BAB IIPEMBAHASAN
2.1
Konsep Perkembangan Industri 4.0
Industri 4.0 merupakan
fenomena yang unik jika dibandingkan dengan tiga revolusi industri yang
mendahuluinya. Industri 4.0 diumumkan secara apriori karena peristiwa nyatanya
belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan (Drath dan Horch, 2014). Istilah
Industri 4.0 sendiri secara resmi lahir di Jerman tepatnya saat diadakan
Hannover Fair pada tahun 2011 (Kagermann dkk, 2011). Negara Jerman memiliki
kepentingan yang besar terkait hal ini karena Industri 4.0 menjadi bagian dari
kebijakan rencana pembangunannya yang disebut High-Tech Strategy 2020.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk mempertahankan Jerman agar selalu menjadi
yang terdepan dalam dunia manufaktur (Heng, 2013). Beberapa negara lain juga
turut serta dalam mewujudkan konsep Industri 4.0 namun menggunakan istilah yang
berbeda seperti Smart Factories, Industrial Internet of Things, Smart Industry,
atau Advanced Manufacturing. Meski memiliki penyebutan istilah yang berbeda,
semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan daya saing industri
tiap negara dalam menghadapi pasar global yang sangat dinamis. Kondisi tersebut
diakibatkan oleh pesatnya perkembangan pemanfataan teknologi digital di
berbagai bidang. Industri 4.0 diprediksi memiliki potensi manfaat yang besar.
Tabel 1 menunjukkan potensi manfaat Industri 4.0
Sebagian besar pendapat mengenai
potensi manfaat Industri 4.0 adalah mengenai perbaikan kecepatanfleksibilitas
produksi, peningkatan layanan kepada pelanggan dan peningkatan pendapatan.
Terwujudnya potensi manfaat tersebut akan memberi dampak positif terhadap
perekonomian suatu negara. Industri 4.0 memang menawarkan banyak manfaat, namun
juga memiliki tantangan yang harus dihadapi. Drath dan Horch (2014) berpendapat
bahwa tantangan yang dihadapi oleh suatu negara ketika menerapkan Industri 4.0
adalah munculnya resistansi terhadap perubahan demografi dan aspek sosial,
ketidakstabilan kondisi politik, keterbatasan sumber daya, risiko bencana alam
dan tuntutan penerapan teknologi yang ramah lingkungan. Menurut Jian Qin dkk (2016),
terdapat kesenjangan yang cukup lebar dari sisi teknologi antara kondisi dunia
industri saat ini dengan kondisi yang diharapkan dari Industri 4.0. Penelitian
yang dilakukan oleh Balasingham (2016) juga menunjukkan adanya faktor
keengganan perusahaan dalam menerapkan Industri 4.0 karena kuatir terhadap
ketidakpastian manfaatnya. Berdasar beberapa penjelasan tersebut maka sesuai
dengan yang disampaikan oleh Zhou dkk (2015), secara umum ada lima tantangan
besar yang akan dihadapi yaitu aspek pengetahuan, teknologi, ekonomi, social,
dan politik. Guna menjawab tantangan tersebut, diperlukan usaha yang besar,
terencana dan strategis baik dari sisi regulator (pemerintah), kalangan
akademisi maupun praktisi. Kagermann dkk (2013) menyampaikan diperlukan keterlibatan
akademisi dalam bentuk penelitian dan pengembangan untuk mewujudkan Industri
4.0. Menurut Jian Qin dkk (2016) roadmap pengembangan teknologi untuk
mewujudkan Industri 4.0 masih belum terarah. Hal ini terjadi karena Industri
4.0 masih berupa gagasan yang wujud nyata dari keseluruhan aspeknya belum jelas
sehingga dapat memunculkan berbagai kemungkinan arah pengembangan. Artikel ini
bertujuan untuk menelaah aspek dan arah perkembangan riset terkait Industri
4.0. Pendekatan yang digunakan adalah studi terhadap beragam definisi dan model
kerangka Industri 4.0 serta melalui pemetaan dan analisis terhadap sejumlah
publikasi. Isi artikel ini meliputi kajian terhadap definisi dan model kerangka
Industri 4.0 guna menemukan aspek apa saja yang ada di dalam konsep Industri
4.0. Berikutnya adalah penjelasan mengenai metode untuk menelusuri arah
perkembangan riset Industri 4.0, dilanjutkan dengan pembahasan hasil dan
kesimpulan Hal ini diharapkan dapat
memberi gambaran mengenai apa itu Industri 4.0, perkembangan dan potensi riset
yang ada di dalamnya
Tabel 1. Potensi Manfaat Industri 4.0
Penulis
|
Potensi Manfaat
|
Lasi
dkk (2014)
|
Pengembangan
produk menjadi lebih cepat, mewujudkan permintaan yang bersifat individual
(kustomisasi produk), produksi yang bersifat fleksibel dan cepat dalam
menanggapi masalah serta efisiensi sumber daya.
|
Rüßmann
dkk (2015)
|
Perbaikan
produktivitas, mendorong pertumbuhan pendapatan, peningkatan kebutuhan tenaga
kerja terampil, peningkatan investasi
|
Schmidt
dkk (2015)
|
Terwujudnya
kustomisasi masal dari produk, pemanfaatan data idle dan perbaikan waktu
produksi
|
Kagermann
dkk (2013)
|
Mampu
memenuhi kebutuhan pelanggan secara individu, proses rekayasa dan bisnis
menjadi dinamis, pengambilan keputusan menjadi lebih optimal, melahirkan model
bisnis baru dan cara baru dalam mengkreasi nilai tambah.
|
Neugebauer
dkk (2016)
|
Mewujudkan
proses manufaktur yang efisien, cerdas dan on-demand (dapat dikostumisasi)
dengan biaya yang layak
|
2.2 Definisi
Industri 4.0
Definisi mengenai Industri 4.0
beragam karena masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Kanselir Jerman,
Angela Merkel (2014) berpendapat bahwa Industri 4.0 adalah transformasi
komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan
teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Schlechtendahl dkk
(2015) menekankan definisi kepada unsur kecepatan dari ketersediaan informasi,
yaitu sebuah lingkungan industri di mana seluruh entitasnya selalu terhubung
dan mampu berbagi informasi satu dengan yang lain. Pengertian yang lebih teknis
disampaikan oleh Kagermann dkk (2013) bahwa Industri 4.0 adalah integrasi dari
Cyber Physical System (CPS) dan Internet of Things and Services (IoT dan IoS)
ke dalam proses industri meliputi manufaktur dan logistik serta proses lainnya.
CPS adalah teknologi untuk menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya.
Penggabungan ini dapat terwujud melalui integrasi antara proses fisik dan
komputasi (teknologi embedded computers dan jaringan) secara close loop (Lee,
2008). Hermann dkk (2015) menambahkan bahwa Industri 4.0 adalah istilah untuk
menyebut sekumpulan teknologi dan organisasi rantai nilai berupa smart factory,
CPS, IoT dan IoS. Smart factory adalah pabrik modular dengan teknologi CPS yang
memonitor proses fisik produksi kemudian menampilkannya secara virtual dan
melakukan desentralisasi pengambilan keputusan. Melalui IoT, CPS mampu saling
berkomunikasi dan bekerja sama secara real time termasuk dengan manusia. IoS
adalah semua aplikasi layanan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap pemangku
kepentingan baik secara internal maupun antar organisasi. Terdapat enam prinsip
desain Industri 4.0 yaitu interoperability, virtualisasi, desentralisasi,
kemampuan real time, berorientasi layanan dan bersifat modular. Berdasar beberapa
penjelasan di atas, Industri 4.0 dapat diartikan sebagai era industri di mana
seluruh entitas yang ada di dalamnya dapat saling berkomunikasi secara real
time kapan saja dengan berlandaskan pemanfaatan teknologi internet dan CPS guna
mencapai tujuan tercapainya kreasi nilai baru ataupun optimasi nilai yang sudah
ada dari setiap proses di industri.
2.3 Model
Kerangka Industri 4.0
Usaha untuk menemukan aspek apa saja yang
ada di dalam Industri 4.0 tidak cukup dengan hanya melalui pemahaman
definisinya. Perlu pemahaman yang lebih komprehensif tentang Industri 4.0
melalui model kerangka konsepnya. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
menyusun model kerangka Industri 4.0. Kagermann dkk (2013) di dalam laporan
final kelompok kerja Industri 4.0 yang disponsori oleh kementerian pendidikan
dan riset Jerman memberikan rekomendasi model kerangka Industri 4.0. Model yang
direkomendasikan merupakan perwujudan dari integrasi tiga aspek seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1. Aspek pertama adalah integrasi horisontal yang
berarti mengintegrasikan teknologi CPS ke dalam strategi bisnis dan jaringan
kerjasama perusahaan meliputi rekanan, penyedia, pelanggan, dan pihak lainnya.
Sedangkan integrasi vertikal menyangkut bagaimana menerapkan teknologi CPS ke
dalam sistem manufaktur/ produksi yang ada di perusahaan sehingga dapat
bersifat fleksibel dan modular. Aspek yang ketiga meliputi penerapan teknologi
CPS ke dalam rantai rekayasa nilai secara end to end. Rantai rekayasa nilai
menyangkut proses penambahan nilai dari produk mulai dari proses desain,
perencanaan produksi, manufaktur hingga layanan kepada pengguna produk.
Integrasi aspek-aspek tersebut memerlukan delapan aksi. Aksi tersebut adalah
(1) standardisasi, (2) pemodelan sistem kompleks, (3) penyediaan infrastruktur
jaringan komunikasi, (4) penjaminan keselamatan dan keamanan, (5) desain
organisasi dan kerja, (6) pelatihan sumber daya manusia, (7) kepastian kerangka
hukum dan (8) efisiensi sumber daya. BITKOM, VDMA dan ZVEI (VDI/VDEGesellschaft
Mess- und Automatisierungstechnik, 2015) mengembangkan model lain yang disebut
RAMI 4.0 (Reference Architecture Model Industry 4.0). Model ini berbentuk kubus
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Sumbu vertikal RAMI 4.0 terdiri dari enam
lapisan yang menunjukkan sudut pandang berbagai aspek industri terhadap
Industri 4.0. Sudut pandang tersebut meliputi aspek pasar/ bisnis, fungsi,
informasi, komunikasi dan sudut pandang mengenai kemampuan integrasi dari
komponen (aset perusahaan). Sumbu horisontal sebelah kiri menunjukkan aliran
siklus hidup produk atau arus nilai tambah dalam proses produksi di industri
yang diiringi dengan penerapan digitalisasi. Sumbu horisontal sebelah kanan
menjelaskan mengenai hierarki kendali sistem produksi mulai dari produk,
peralatan di lantai produksi sampai ke tingkat perusahaan dan dunia luar.
Menurut Zezulka dkk (2016), model ini kurang mendukung solusi teknis yang
diperlukan untuk mewujudkan perangkat keras maupun perangkat lunak penerapan
Industri 4.0. BITKOM, VDMA dan ZVEI kembali merekomendasikan model lain yang
disebut Industry 4.0 Component Model (VDI/VDE-Gesellschaft Mess- und
Automatisierungstechnik, 2015). Model ini menjelaskan lebih baik mengenai
solusi teknis penerapan Industri 4.0 melalui peran teknologi CPS. Model ini berfokus
pada fitur komunikasi antara sistem virtual dengan sistem nyatanya. Perwujudan
model ini berupa penyematan wadah elektronik/ Administration shell yang
menampung semua data selama siklus hidup tiap komponen sistem produksi. Data
yang ditampung dapat diakses oleh seluruh entitas dari rantai produksi.
Gambaran model ini ditunjukkan oleh gambar 3. Gambar 3. Industry 4.0 Component
Model (VDI/VDEGesellschaft Mess- und Automatisierungstechnik, 2015) Fraunhofer,
sebuah organisasi riset dan teknologi di Eropa merekomendasikan model lain yang
disebut Fraunhofer Industrie 4.0 layer model (Neugebauer dkk, 2016). Model ini
diklaim lebih komprehensif karena memasukkan lebih banyak unsur tangible. Model
ini disusun dari hasil ekstraksi dokumen berbagai penelitian dan hasil
wawancara terhadap para ahli. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 4, model ini
tersusun atas tiga lapisan utama. Lapisan inti terkait produksi. Lapisan ini
terbagi menjadi sepuluh bagian teknologi inti yaitu:
a. engineering
b. manufacturing technologies and
organization
c. machines
d. smart capabilities e. robotics and
human-robot collaboration
f. production planning control
g. logistics h. work organization
i. workplace design and assistance
j. resource and energy efficiency.
Lapisan berikutnya adalah aspek teknologi
informasi dan komunikasi yang memungkinkan realisasi konsep Industri 4.0.
Lapisan terluar terkait transformasi perusahaan akibat implementasi Industri
4.0 meliputi bisnis, manajemen dan sumber daya manusia.
Model kerangka Industri 4.0 saat ini masih
terus dikembangkan. Hal ini bertujuan demi terwujudnya model yang secara global
dapat digunakan sebagai acuan penerapan Industri 4.0 di berbagai tipe dan level
industri. Berdasar telaah di atas, ditemukan empat belas aspek yang ada pada
Industri 4.0. Aspek-aspek tersebut ditunjukkan pada tabel 2
1.
METODE
Metode untuk mengetahui
arah perkembangan riset Industri 4.0 secara garis besar dapat dilihat pada
gambar 5. Tahap pertama adalah pengumpulan data publikasi menggunakan layanan
Scopus. Scopus adalah layanan yang memuat database abstrak dan sitasi dari
berbagai literatur ilmiah meliputi jurnal, buku, dan prosiding. Menurut
lamannya (www.scopus.com), Scopus memiliki lebih dari 22,748 jurnal di berbagai
bidang penelitian yang selalu diperbarui setiap harinya. Menurut Burnham
(2006), Scopus mudah untuk digunakan bahkan untuk kalangan pemula sekalipun.
Artikel ini memanfaatkan Scopus untuk mencari publikasi berdasar title/ judul
‘Industry 4.0’. Hasil pencarian kemudian disaring hanya yang berupa artikel
pada prosiding atau jurnal dan berbahasa Inggris. Kumpulan publikasi hasil
penyaringan kemudian diekspor ke Microsoft Excel agar lebih mudah untuk
diproses. Publikasi yang tidak memiliki abstrak akan dieliminasi. Kumpulan
hasil publikasi kemudian dipilah menurut metode penelitian, aspek penelitian
dan bidang industri penerapan. Pemilahan dilakukan dengan membaca dan memahami
abstrak. Pemilahan berdasar metode penelitian menggunakan acuan dari Kothari
(2004). Daftar kategori metode penelitian ditunjukkan pada tabel 3.
Langkah
berikutnya adalah pemilahan berdasar aspek penelitian. Tabel 2 digunakan
sebagai acuan pemilahan berdasar aspek penelitian. Pemilahan yang terakhir
adalah pemilahan berdasar bidang industri penerapan, misalkan di bidang
manufaktur, bisnis, pendidikan, atau bidang lainnya. Hasil pemilahan kemudian
dianalisis melalui distribusi persentase dan tren jumlah publikasi berdasar
rentang waktu.
2.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pencarian
publikasi berjudul “Industry 4.0” menghasilkan 210 artikel. Jumlah artikel
tersebut berkurang menjadi 170 artikel setelah melalui penyaringan. Hasil
pemilahan berdasar metode penelitian ditunjukkan oleh gambar 6.
Distribusi
sebaran riset didominasi oleh metode deskriptif dan konseptual, masing-masing
sebesar 31%. Temuan ini dapat ditafsirkan bahwa konsep Industri 4.0 belum
matang dan masih berkembang. Konsep yang telah ada tidak dapat begitu saja
dipaksakan untuk diterapkan secara global, karena perindustrian di berbagai
belahan dunia memiliki karakteristik yang sangat beragam. Kondisi ini
memunculkan peluang bagi para peneliti untuk mengembangkan konsep Industri 4.0
sesuai dengan karakter perindustrian di negaranya masing-masing. Metode
penelitian berikutnya adalah terapan dengan porsi 19% diikuti oleh empirikal
dengan porsi 13%. Persentase jumlah riset dengan metode simulasi menjadi yang
terkecil yaitu 6%. Hasil ini dapat ditafsirkan bahwa usaha untuk mewujudkan
Industri 4.0 sudah mulai dilakukan melalui riset terapan dan eksperimen di industri
riil. Pengembangan teknologi Industri 4.0 melalui riset simulasi juga sudah
dilakukan meski dengan jumlah yang kecil.
Distribusi
riset menurut aspek dapat dilihat pada gambar 7. Aspek bisnis memimpin dengan
jumlah persentase terbesar (15%), diikuti dengan smart factory (13%), teknologi
CPS (10%), standardisasi (10%) serta services (9%). Lima aspek tersebut
memiliki jumlah persentase yang relatif lebih tinggi dibanding aspekaspek yang
lainnya. Aspek bisnis didominasi oleh riset yang bertujuan untuk mengintegrasikan
teknologi Industri 4.0 ke dalam model dan proses bisnis yang saat ini ada.
Sebagai contoh adalah publikasi oleh De Felice dkk (2016) yang menerapkan RFID
(Radio Frequency Identification) pada proses logistik sebuah perusahaan
operator kereta api di Italia. Persentase konten smart factory, teknologi CPS
dan services yang cukup tinggi (total ketiganya 32%) mengindikasikan bahwa
sebagian riset berupaya menanggapi tantangan untuk mewujudkan teknologi
Industri 4.0. Salah satu contoh upaya tersebut ditunjukkan oleh Nigappa dan
Selvakumar (2016) melalui riset penerapan MicroPLC menjadi aplikasi
berteknologi CPS dengan biaya yang murah. Temuan di atas mengindikasikan ada
banyak peluang riset terkait model bisnis baru yang akan muncul karena penerapan
Industri 4.0 khususnya penerapan teknologi smart factory dan CPS. Upaya
standardisasi juga telah diupayakan, salah satunya oleh Mazak dan Huemer (2015)
yang bertujuan membangun standar kerangka kerja proses bisnis baik secara
internal maupun eksternal.
Gambar
8 menunjukkan distribusi riset menurut bidang industri. Porsi terbesar adalah
bidang manufaktur (53%). Sejumlah riset dilakukan di industri manufaktur yang
memproduksi barang secara masal, job shop, pengolahan logam dan furnitur.
Sebagian besar objek kajian riset terkait proses produksi seperti proses
permesinan, optimasi penjadwalan produksi, otomasi, desain sistem dan layout
manufaktur serta interaksi antara manusia dengan proses produksi. Temuan ini
menunjukkan bahwa riset Industri 4.0 lebih banyak dilakukan pada jenjang lantai
produksi yang menjadi inti dari roda perindustrian. Bidang berikutnya adalah
bisnis (12%) dengan objek kajian meliputi segala upaya untuk mempersiapkan
dunia bisnis dalam menghadapi Industri 4.0. Sebagian besar publikasi membahas
dunia usaha di wilayah Eropa. Edukasi (10%) juga menjadi bidang yang menarik
bagi para peneliti. Beberapa publikasi mengemukakan pengembangkan fasilitas
pelatihan dan demonstrasi terkait teknologi Industri 4.0. Fasilitas ini ada
yang dibangun di lingkungan industri, di perguruan tinggi (Kovar dkk, 2016)
atau kerjasama antara keduanya (Landherr dkk, 2016). Bidang teknologi informasi
dan manajemen secara berurutan memiliki porsi 9% dan 8%. Selain itu, juga
terdapat bidang lainnya (8%) yang menjadi obyek ketertarikan para peneliti
yaitu pelayanan publik, pertanian, industri makanan, otomotif, hukum, sosial
ekonomi, konstruksi dan kelistrikan. Tren jumlah riset terkait Industri 4.0
ditunjukkan oleh gambar 9. Dilihat dari rentang waktu selama tiga tahun (antara
tahun 2013-2016), jumlah riset yang dilakukan selalu mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah riset cukup signifikan, bahkan mendekati dua kali lipat tiap
tahunnya. Temuan ini menjadi pertanda bahwa upaya mewujudkan Industri 4.0 dari
sisi akademis memiliki tren yang positif.
3.
Proses
Revolusi Industri 4.0 Diterapkan Perusahaan Skala Besar di Indonesia
Penerapan
revolusi industri 4.0 ini dinilai membuat rantai nilai produksi yang dilakukan
lebih efektif dan efisien. Salah satunya dirasakan oleh PT PAN Brothers Tbk
yang memproduksi beberapa produk tekstil dengan merk ternama seperti Uniqlo,
Adidas, The North Face, H&M, IKEA dan puluhan merk internasional
lainnya.PAN Brothers telah menggunakan berbagai teknologi Industri 4.0,
seperti artificial intelligence (AI), Internet of Things (IoT),
Augmented Reality (AR), Advanced Robotics, dan 3D Forming dalam
rangkaian proses produksinya.General Manager Marketing PT PAN Brothers Tbk dalam
proses perencanaan, AI mampu meminimalisir biaya yang dikeluarkan klien saat
menyerahkan desain produk. Selama ini, klien yang berasal dari Amerika Serikat
ataupun Eropa harus bertemu dengan tim perusahaan untuk memberikan rancangan
desain.Dengan teknologi AI, desain dapat dijahit secara virtual menggunakan
program virtual stitcher tanpa kehadiran klien. Jika desain tersebut telah
disepakati, PAN Brothers dapat langsung membuat cetakan dan membuat polanya.
Material yang digunakan juga dapat terhitung secara rinci.PAN Brother
menggunakan IoT untuk memantau proses produksi hingga distribusi mereka.
Pemantauan juga dilakukan melalui AR. PAN Brothers menggunakan pemilihan visual
atas produk mereka dengan headmounted display (HMD). Hal ini ditujukan untuk
meningkatkan keamanan dari rantai nilai produksi mereka.
Adapun, advance robotics dan 3D Forming
digunakan untuk membantu produksi melalui proses otomatisasi. Penggunaan
teknologi 4.0 ini membuat proses produksi PAN Brothers menjadi lebih cepat dan
akurat.Teknologi 4.0 mengurangi waktu handling. Tak perlu disangkal kalau
selama ini 80% total produksi berasal dari handling process,Manfaat serupa
dirasakan perusahaan petrokimia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. General
Manager Process Technology PT Chandra Asri Petrochemical Tbk Helmilus Moesa
mengatakan, perusahaannya menerapkan teknologi 4.0 seperti digitisasi,
otomatisasi, learning
machine, dan IoT.Menurut Moesa, penggunaan teknologi
4.0 mampu mendorong proses rantai nilai dan kualitas produk yang berujung pada
optimalisasi keuntungan."Untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi, profit margin, kualitas, dan keamanan, perusahaan sudah dan akan menerapkan teknologi
process control dan digitalisasi," kata Moesa.Produsen cokelat asal Swiss,
PT Barry Callebaut, menerapkan teknologi 4.0 dalam menghasilkan bahan baku
cokelat yang sebagian besar dipasok untuk Garuda Food. Production
Manager PT Barry Callebaut Hardi Iskandar menjelaskan teknologi
otomatisasi membuat perusahaannya menghasilkan produk berkualitas secara
konsisten.
Otomatisasi
dan digitisasi juga membuat pemantauan lebih mudah karena sistem di tiap sektor
aktual dan terintegrasi. "Ini sistem data riil yang berguna untuk controlling dan monitoring, sangat
memudahkan kami memantau atau untuk melihat apakah proses berjalan konsisten
atau tidakSelain itu, perusahaan merasakan dampak efisiensi dengan penggunaan
tenaga kerja yang lebih sedikit dalam proses produksi. Salah satu pabrik Barry
Callebout yang telah menggunakan teknologi 4.0 di Gresik, Jawa Timur misalnya,
hanya memiliki sekitar 50 karyawan. "Kami juga bisa menghemat
banyak hal, tidak banyak tenaga manusia yang digunakan karena semua sudah
dilakukan mesin," kata Hardi.Penggunaan teknologi 4.0 memang hanya
terbatas diimplementasikan perusahaan skala besar, karena memerlukan investasi
yang tak sedikit. Perusahaan tekstil dan produk tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk
(Sritex) selama lima tahun terakhir menghabiskan US$ 100 juta dalam menerapkan
otomatisasi, robotisasi, dan digitisasi di seluruh lini produksi.CEO PT Sri
Rejeki Isman Tbk didapatkan dari penerapan teknologi ini tak bisa langsung
dirasakan. "Paling tidak kami menghitung (untuk proses) 20 tahun ke
depan,"Investasi jangka panjang ini dinilai diperlukan untuk bisa
meningkatkan daya saing global. Saat ini, kompetisi global semakin ketat karena
di negara lain juga mulai menggunakan teknologi 4.0.
BAB IIIKESIMPULAN
Hasil
studi terhadap aspek dan arah perkembangan riset Industri 4.0. Berdasar hasil
studi, ditemukan empat belas aspek yang ada pada Industri 4.0. Penelusuran data
publikasi telah dilaksanakan untuk mengetahui arah perkembangan riset Industri
4.0. Ditinjau dari metode penelitian, sebagian besar riset dilakukan melalui
metode deskriptif dan konseptual. Ditinjau dari aspeknya, aspek bisnis dan
teknologi masih menjadi fokus riset para peneliti. Ditinjau dari bidang industri
penerapannya, sebagian besar riset dilakukan di bidang manufaktur. Ditinjau
dari jumlahnya, riset terkait Industri 4.0 mengalami tren kenaikan yang
signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa posisi riset Industri 4.0 saat ini
berada pada tahap pematangan konsep yang bertujuan agar konsep Industri 4.0
dapat diterapkan secara global tidak hanya di negara maju namun juga
negara-negara berkembang. Seiring semakin matangnya konsep Industri 4.0 secara
global, riset dengan metode terapan dan empiris diprediksi akan semakin
berkembang guna menjawab tantangan realisasi teknologi Industri 4.0. Riset
dengan aspek kajian bisnis dan teknologi di bidang manufaktur diprediksi akan
menjadi fokus arah pengembangan. Hasil prediksi tersebut mendorong para
akademisi agar lebih meningkatkan kerjasama dengan industri manufaktur. Pola
kerjasama antara dunia akademik dan industri sangat diperlukan untuk
mempercepat realisasi Industri 4.0. Tren peningkatan jumlah riset tiap tahunnya
menjadi bukti bahwa para akademisi mulai mengarahkan fokus risetnya pada
Industri 4.0. Kondisi ini perlu diperhatikan oleh dunia pendidikan terutama di
negara-negara berkembang agar segera tanggap terhadap perubahan yang terjadi
dan mempersiapkan sumber daya yang dimiliki dalam rangka menghadapi tren
Industri 4.0. Di sisi lain, Industri 4.0 diprediksi akan membawa dampak negatif
terutama dari sudut pandang sosial dan ekonomi (Bonekamp dan Sure, 2015).
Dampak ini rentan terjadi terutama pada negara-negara berkembang yang tingkat
kesenjangan sosial dan ekonominya masih relatif tinggi. Ke depannya, riset
terkait dampak dari penerapan Industri 4.0 juga perlu ditingkatkan sehingga
dampak buruk dari kehadirannya dapat diatasi.
DAFTAR PUSTAKA
https://katadata.co.id/berita/2018/04/06/begini-proses-revolusi-industri-40-diterapkan-perusahaan-skala-besar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar